HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki mengaku telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaporkan perihal rencana revisi Undang-undang tentang perkoperasian (UU Koperasi).

“Saya sudah sampaikan ke Presiden dan Pak Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) mengenai rencana revisi UU Koperasi,” ujar dalam keterangannya di Jakarta, yang dikutip Holopis.com, Rabu (8/2).

Dia menuturkan bahwa revisi UU Koperasi itu dilakukan pihaknya untuk mencegah terjadi tindak kejahatan di sektor Koperasi. Sebab ia menilai, aturan tentang koperasi yang ada saat ini, khususnya aturan tentang kegiatan simpan pinjam masih terlalu lemah.

“Supaya nanti penjahat keuangan di perbankan tidak pindah ke koperasi. Karena di koperasi simpan pinjam aturannya masih lemah,” tegasnya.

Dijelaskan Teten, UU Koperasi yang akan direvisi oleh pemerintah yakni UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Dalam UU tersebut, terangnya, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi koperasi. Adapun pengawas tersebut diangkat oleh koperasi itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman, sistem pengawasan yang tertuang dalam UU tersebut tak memadai lagi, khususnya saat menghadapi kasus gagal bayar seperti yang terjadi pada kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

“Ini enggak memadai lagi, enggak cukup lagi. Jadi kalau di bank sudah ada kalau gagal bayar ada lembaga penjamin simpanan (LPS), pengawasannya ada otoritas jasa keuangan (OJK). Di koperasi ini enggak ada,” tambah Teten.

Terdapat tiga hal yang diusulkan Teten dalam revisi UU Perkoperasian. Pertama yakni perlunya dibentuk otoritas pengawas koperasi seperti OJK untuk mengawasi pengelolaan dana yang cukup besar di koperasi simpan pinjam.

“Seperti OJK tapi memang khusus untuk koperasi. Di Amerika sudah dilakukan dan juga di Jepang. Tadi kita mungkin bisa meniru pengalaman itu,” ujarnya.

Kedua, ia mengusulkan agar dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurutnya, penyimpanan dana di koperasi simpan pinjam juga harus mendapatkan perlindungan seperti halnya menyimpan dana di perbankan.

Ketiga, perlu adanya mekanisme Apex di koperasi. Mekanisme Apex ini disebutnya juga sudah berjalan di perbankan.

“Apex ini seperti di bank kan sudah ada. Kalau bank misalnya kekurangan likuiditas kan bisa dipinjem dulu. Nah ini di koperasi juga perlu,” jelas dia.

Teten menyebut, pemerintah akan segera mendorong agar revisi UU Perkoperasian dapat menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Ia mengatakan, sudah ada delapan koperasi simpan pinjam yang mengalami gagal bayar saat pandemi Covid-19. Kedelapan koperasi itu sudah menempuh penundaan pembayaran kewajiban utama.

Sebagaimana diketahui, rencana revisi UU Koperasi ini sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mohammad Mahfud MD beberapa waktu lalu.

Pada saat itu, rencana revisi itu diungkapkan Mahfud saat menyikapi kasus Indosurya yang menyeret pemilik KSP Indosurya, Henry Surya. Dia menuturkan, bahwa revisi UU Koperasi itu penting untuk dilakukan untuk meningkatkan pengawasan di sektor Koperasi.

“Kita akan merevisi UU koperasi karena sekarang penipuan dan pencurian uang rakyat itu, kalau UU perbankan ada pengawasnya. Kalau UU Koperasi itu koperasi mengawasi dirinya sendiri,” kata Mahfud dalam konferensi pers, Jumat (27/1).