HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyampaikan, bahwa agenda aksi buruh yang dilakukannya saat ini adalah bagian dari upaya untuk menyatakan penolakannya terhadap isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo.

Alasan mengapa aksinya dipusatkan di DPR, sebab Perppu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja itu sudah diserahkan pemerintah kepada DPR RI untuk disetujui.

Sementara ia yakin betul bahwa DPR akan menyetujui begitu saja regulasi yang dijadikan dalil untuk mengakomodir UU Cipta Kerja yang sebelumnya ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional bersyarat.

“Partai Buruh akan menyuarakan aspirasi yaitu menolak isi Perppu Cipta Kerja, karena besar kemungkinan mayoritas fraksi di DPR akan menerima Perppu Cipta Kerja,” kata Iqbal kepada Holopis.com di DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/2).

Jika upaya parlemen jalanannya itu tidak diakomodir oleh DPR RI, ia pun akan mengambil langkah konstutusional lainnya, yakni melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bilamana DPR RI tetap menerima Perppu Cipta Kerja, maka secara otomatis Partai Buruh akan mengajukan judicial review,” ujarnya.

Iqbal menegaskan bahwa pihaknya tidak rela jika Negara justru akan menjadi agen outsourching ketimbang memikirkan hak dan kesejahteraan kaum buruhnya. Karena, di dalam isi Perppu Cipta Kerja itu, mekanisme untuk mempermudah praktik outsourching masih sangat besar dilakukan oleh pengusaha.

“Negara sekarang seperti menjadi agen outsourcing, menentukan mana yang bisa outsourcing dan mana yang tidak. PHK itu harus dihindari, bukan justru dipermudah. Pengaturan jam kerja juga tidak jelas,” tegasnya.

Aksi Buruh di DPR
Aksi Partai Buruh yang dimotori KSPI dan FSPMI di depan DPR RI pada hari Senin, 6 Januari 2023. [foto : Exclusive]

Selain menolak isi Perppu Cipta Kerja, Iqbal juga menyampaikan bahwa pihaknya pun menolak Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang dicetuskan oleh DPR RI, kemudian meminta agar pelindungan terhadap pekerja rumah tangga.

“Kemudian kami juga menolak RUU kesehatan. Kemudian kami juga meminta adanya perlindungan terhadap pekerja rumah tangga melalui pengesahan RUU PPRT,” terangnya.

Anggota Deputi Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) dari kelompok pekerja ini menegaskan bahwa dirinya sangat setuju bahwa tidak boleh ada dualisme organisasi kesehatan di Indonesia. Sebab, yang menjadi kepentingan besarnya adalah nasib kesehatan rakyat Indonesia.

“Dalam soal RUU Kesehatan kami setuju dengan IDI, tidak boleh ada dualisme dalam organisasi. Di seluruh dunia organisasi kedokteran hanya satu dan independen. Karena itu kami menolak kalau IDI dipecah menjadi organisasi organisasi baru,” tandasnya.