HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengaku kaget dan takjub mendegar cerita seorang advokat asal Jepang, Junya Haruna tentang penegakan hukum di negaranya.

Mahfud awalnya melontarkan pertanyaan kepada Haruna tentang seberapa banyak kasus penyuapan terhadap hakim yang terjadi di Jepang.

“Haruna terperanjat dan tampak heran atas pertanyaan itu. Dia mengatakan, sepanjang kariernya dia tidak pernah mendengar ada hakim dicurigai menerima suap di Jepang. Terpikir pun tidak pernah,” kata Mahfud dalam ceritanya yang dikutip Holopis.com, Kamis (26/1).

Di Jepang, kata Haruna, masyarakat percaya bahwa hakim tidak mau disuap. Di sana hakim sangat dihormati dan dimuliakan karena integritasnya.

“Apakah Anda percaya pada semua putusan hakim yang juga mengalahkan Anda dalam menangani perkara?” tanya Mahfud kepada Haruna.

Haruna pun menjawab, bahwa semua putusan hakim di negeri Sakura itu diterima dan dipercaya sebagai putusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebenaran posisi hukum yang diyakini oleh hakim.

“Di sini tidak pernah ada kecurigaan hakim disuap. Seumpama pun kami kalah dan tidak sependapat dengan putusan hakim, paling jauh kami hanya mengira hakim kurang menguasai dalam satu kasus yang spesifik dan rumit atau kamilah yang kurang bisa meyakinkan hakim dalam berargumen dan mengajukan bukti di pengadilan. Tak pernah terpikir, hakim kok memutus karena disuap,” tambah Haruna menjawab pertanyaan Mahfud.

Merasa malu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu segera mengalihkan pembicaraan ketika Haruna ingin bertanya balik tentang penegakan hukum di Indonesia. Terlebih saat itu dirinya tengah membawa misi untuk menggaet investor dari ASEAN Nagoya Club (ANC).

“Sengaja saya belokkan pembicaraan tentang ‘penyuapan hakim’ itu karena saya takut ditanya balik. Bisa malu kalau saya harus berbicara keadaan Indonesia tentang itu. Bayangkanlah, saya harus bercerita, hakim-hakim di Indonesia bukan hanya dicurigai tetapi benar-benar banyak yang digelandang ke penjara karena penyuapan.,” kata Mahfud.

“Tak mungkin bisa keluar dari mulut saya cerita tentang betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia. Apalagi saat itu saya baru berusaha meyakinkan pimpinan ANC bahwa aturan hukum di Indonesia sangat kondusif untuk berinvestasi,” tambah Mahfud.

Mahfud mengaku sangat malu apabila harus bercerita bahwa di Indonesia, banyak pengacara tersandung kasus karena menyuap atau berusaha menyuap hakim untuk memuluskan putusan suatu perkara di pengadilan.

Dia menegaskan, bahwa dirinya tak mungkin saya bercerita bahwa banyak pengacara di Indonesia yang tidak mengandalkan kompetensi dalam profesi hukum, tetapi hanya melatih dirinya untuk melobi aparat penegak hukum atau menggunakan posisi politik agar perkaranya dimenangkan dengan imbalan uang.

“Belum lagi ada cerita-cerita bahwa calon pengacara yang magang kepada pengacara senior justru tugas pertamanya adalah disuruh mengantar uang kepada hakim, jaksa, atau polisi dan yang bersangkutan harus memastikan penyerahan suap itu aman adanya,” ucapnya.

Mahfud pun berharap agar aparat penegak hukum di Tanah Air dapat melihat budaya berhukum di Jepang dan mengambil sisi positif dari budaya di negeri Sakura itu untuk diimplementasikan di Indonesia.

“Kita memang mempunyai budaya sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal berhukum kita meniru Jepang,” tukasnya.