HOLOPIS.COM, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia OHCHR, Liz Throssell, di Jenewa menyambut baik pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat di Indonesia pada Rabu (11/1) lalu.

Melalui akun twitter resmi PBB Jenewa @UNGeneva, Liz mengatakan proses keadilan transisi yang komprehensif akan membantu memutus siklus impunitas selama puluhan tahun.

“Kami menyambut baik pengakuan dan penyesalan Presiden Jokowi atas 12 peristiwa sejarah pelanggaran HAM berat. Proses keadilan transisi yang komprehensif akan membantu memutus siklus impunitas selama puluhan tahun,” terangnya seperti dikutip Holopis.com, Minggu (15/1).

Liz menyoroti beberapa peristiwa bersejarah pelanggaran HAM berat termasuk penumpasan anti-Komunis 1965-1966, penembakan pengunjuk rasa 1982-1985, penghilangan paksa pada 1997 dan 1998 dan Insiden Wamena di Paapua pada tahun 2003.

Liz menganggap pengakuan dan penyesalan yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan langka menuju keadilan bagi para korban pelanggaran HAM tersebut.

“Sikap Presiden merupakan langkah panjang menuju keadilan bagi para korban dan orang-orang yang mereka cintai,” ujar Liz Throssell.

Lebih lanjut Liz berharap pemerintah Indonesia dapat membangun langkah nyata dalam hal memajukan proses keadilan dan menjamin pelanggaran HAM tidak terulang kembali di Indonesia.

“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk membangun momentum ini dengan langkah-langkah nyata untuk memajukan proses keadilan transisi yang bermakna, inklusif dan partisipatif, menjamin kebenaran, keadilan, reparasi, dan tidak terulangnya korban dan masyarakat yang terkena dampak, termasuk korban kekerasan seksual terkait konflik,” lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh Holopis.com, Jokowi mengaku menyesal dan telah menyiapkan sejumlah upaya terkait dengan penemuan 12 peristiwa yang melanggar HAM berat di Indonesia termasuk usaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.