HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bantuan psikososial untuk menyembuhkan luka dan trauma di hati para korban gempa Cianjur masih terus diberikan oleh tim dari Fakultas Psikologi Universitas Jayabaya dengan mengirimkan beberapa dosen dan mahasiswanya.

Lebih berharga dari sandang dan pangan, para relawan ini memberikan pendampingan psikososial, seperti memberikan berbagai permainan, pelatihan rileksasi, konseling, dll demi mengetahui sebarapa tinggi kadar stress para korban gempa ini.

Berbicara kepada Holopis.com, Selasa (3/1), Psikolog Universitas Jayabaya, Engkin Zainal Muttaqin mengatakan, berbagai pendampingan psikososial itu dilakukan demi mengembalikan canda para korban gempa sejak 21 November lalu.

“Tujuannya untuk mengembalikan tawa canda penyintas, agar penyintas tidak larut dalam duka,” kata Engkin.

Para korban gempa seperti ibu-ibu dan anak-anak ternyata menyukai dan menikmati kegiatan yang diberikan.

Kagiatan pendampingan psikososial korban gempa Cianjur
Kagiatan pendampingan psikososial korban gempa Cianjur [Foto: HOLOPIS/BI]

Hal yang mengharukan pun terlihat saat seorang guru melihat anak-anak muridnya tertawa untuk pertama kalinya sejak menangis akibat bencana yang mereka alami.

“Bahkan ada guru dari penyintas yg mengatakan bahwa ia baru kali ini melihat anak anak murid nya tertawa. Karena yg terakhir ia ingat anak murid nya itu menangis,” katanya.

Selain anak-anak, ibu-ibu korban gempa juga menjadi atensi para psikolog di Cianjur. Mereka juga diberikan konseling, serta terapi untuk membantu mereka dalam menerima ujian besar ini.

Tak hanya bantuan psikologis, agama juga merupakan peran yang penting dalam menjaga kesehatan mental.

Hal tersebut disebutkan Pak Engkin, dimana para ibu-ibu korban gempa Cianjur saat ini tidak mengalami trauma.

Hal tersebut karena mereka menggunakan pendekatan agama, dan menerima kenyataan yang merupakan ketentuan Tuhan.

Permainan untuk para korban gempa Cianjur
Permainan untuk para korban gempa Cianjur [Foto: HOLOPIS/BI]

“Mereka menganggap apa yang terjadi sudah merupakan ketentuan Tuhan. Mereka menerima takdir yang membuat mereka tetap terjaga kesehatannya,” lanjutnya.

Dengan pasrah dan menerima takdir, maka seseorang bisa selamat dari kesedihan dan rasa duka yang berlarut-larut.

Hal tersebut diharapkan Engkin bisa menjadi pelajaran masyarakat luas, agar bisa memiliki kekuatan hati dan mental jika harus menghadapi ujian-ujian besar di kemudian hari.

“Dengan sikap menerima dan ikhlas pada apa yang telah ditentukan Tuhan, para penyintas tidak larut dalam kesedihan dan rasa duka,” pungkasnya.