HOLOPIS.COM, JAKARTA – ASPEK Indonesia (Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia) menyuarakan penolakannya terhadap Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2022.

Menurut Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, pihaknya minta agar Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja tersebut untuk dibatalkan. Pembatalan tersebut harus dilakukan, dengan alasan demi menjamin hak kesejahteraan rakyat Indonesia dan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum.

“Menggantinya dengan menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law UU Ciptaker, serta memberlakukan kembali UU yang ada sebelum adanya UU Ciptaker. Saya menduga, terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini karena Pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan UU Ciptaker melalui Perppu,” kata Mirah dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Senin (2/1).

Mirah beranggapan, Perppu tersebut hanya akal – akalan pemerintah untuk melegalkan Omnibus Law UU Ciptaker.

“Ini akal-akalan untuk memaksakan Omnibus Law UU Ciptaker yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi,” sambungnya.

Lebih lanjut, Mirah mengaku sudah membaca salinan Perppu Cipta Kerja yang sudah beredar di masyarakat. Setelah dilihatnya, ternyata hanya berisi copy paste dari isi UU Ciptaker, yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja.

“Berbagai hal yang dituntut oleh serikat pekerja, ternyata dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah lagi sehingga Pemerintah bisa seenak-enaknya sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah, yang tentunya hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor. Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law UU Ciptaker memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.

Ada dua alasan mengapa ASPEK Indonesia minta agar Perppu Cipta Kerja dibatalkan, pertama alasan formil, karena Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 telah memutuskan UU Ciptaker Kerja inkonstitusional bersyarat, dengan kewajiban kepada Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun, menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta larangan menerbitkan peraturan pelaksana baru sebagai turunan dari UU Ciptaker.

Sehingga demi memenuhi rasa keadilan masyarakat dan memberikan kepastian hukum sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi maka Pemerintah seharusnya menerbitkan Perppu untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja, dan mengembalikan berlakunya seluruh UU yang terdampak Omnibus Law.

Alasan kedua, yakni perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law UU Ciptaker, menurut Mirah adalah terkait aspek materiil. Mirah mengungkapkan, dampak buruk Omnibus Law UU Ciptaker, khususnya kluster Ketenagakerjaan, telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin. Hal ini karena menurut dia UU Ciptaker telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia.