HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua dan Founder AKAR (Asosiasi Kesehatan Remaja Indonesia), dr. Fransisca Handy mengatakan ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kesehatan mental generasi muda terganggu.

“Biasanya kesehatan jiwa dipengaruhi faktor, mulai dari tingginya tingkat stres di pekerjaan atau perkuliahan, masalah percintaan atau hubungan dengan keluarga dan teman, persaingan lewat sosial media, serta kemampuan untuk mengelola situasi dan emosi yang dirasakan,” katanya dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Selasa (6/12).

Anak muda atau remaja menurut dokter Fransisca, masih belum bisa kontrol stres mereka dengan baik. Banyak dari mereka, berkeluh kesah di media sosial atau bercerita pada orang yang salah atau melakukan hal-hal yang terkesan membantu sesaat seperti merokok dan perilaku adiktif lainnya sebagai cara mengelola stress.

“Remaja ini juga biasanya belum tahu cara mengelola stres dengan baik,” sambungnya.

Dikutip Holopis.com dari data Kemenkes pada tahun 2021, sebanyak 20 persen dari total penduduk Indonesia mengalami potensi masalah kesehatan mental. Sementara itu menurut catatan WHO, separuh dari gangguan mental nyatanya bisa bermula pada umur belia, di 14 tahun, namun banyak kasus yang tak terdeteksi dan tak tertangani.

Faktor penyebab masalah keseimbangan kesehatan mental ini, di antaranya tekanan dalam pekerjaan, masalah keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial. Pada tahun 2019, WHO mencatat hampir satu miliar penduduk dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Angka ini meningkat secara signifikan pada masa pandemi Covid-19.

Sedangkan di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2021 menemukan bahwa mayoritas remaja dan dewasa muda berusia 16 sampai 24 tahun memasuki periode kritis kesehatan mental.

Dalam penelitian yang sama, didapati juga bahwa hampir 96 persen remaja dan dewasa muda mengalami gejala kecemasan (anxiety) dan 88 persen di antaranya mengalami gejala depresi.