HOLOPIS.COM, JAKARTA – Aliansi Nasional Reformasi KUHP menerbitkan RKUHP: Panduan Mudah #TibaTibaDipenjara di tengah-tengah Aksi Kamisan ke-755, di Taman Pandang Istana, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis 1 Desember 2022.

Penerbitan panduan ini adalah sebagai bagian dari sikap dalam menolak Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana bermasalah yang telah dirampungkan DPR dan Pemerintah. Panduan ini juga merupakan hasil interpretasi Aliansi Nasional Reformasi KUHP dari RKUHP, yang lebih mirip panduan untuk mudah dipenjara, ketimbang sebuah aturan utuh.

“Kami menemukan lebih dari 48 pasal bermasalah. Empat puluh delapan pasal ini bisa merugikan rakyat karena banyak hal,” kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI), Bayu Satria Utomo dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Jumat (2/12).

Bayu juga mengatakan, bahwa beberapa alasan yang membuat RKUHP sangat merugikan rakyat karena merampas hak rakyat untuk membela dirinya sendiri. Selain itu kata dia, RKUHP juga bisa merugikan rakyat karena dibuat oleh para penguasa untuk mengamankan kepentingannya sendiri.

“RKUHP bisa merugikan rakyat karena hanya akan berlaku untuk masyarakat kecil. Belum pernah ada pejabat negara aktif dipidana menggunakan KUHP, selama ini mereka dipidana hanya dengan UU Tindak Pidana Korupsi,” ujar Bayu.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga memaparkan enam isu krusial yang terkandung di dalam RKHUP bermasalah. Pertama, pasal-pasal penghinaan presiden, lembaga negara dan pemerintah. Pasal-pasal ini merugikan rakyat karena membungkam rakyat untuk mengkritik kerja Presiden, Lembaga Negara, dan Pemerintah yang tengah berkuasa.

Padahal, rakyat yang memilih mereka untuk berkuasa, rakyat pula yang membayar gaji mereka untuk bekerja. Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah satu pengurus Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nugraha.

“Seharusnya Presiden, Lembaga Negara, dan Pemerintah bekerja untuk melayani rakyat, dan terbuka untuk dikritik supaya kerjanya lebih baik,” kata Nugraha.

Kedua, pasal yang mengatur pawai dan unjuk rasa. Pasal ini merugikan rakyat karena menutup ruang masyarakat untuk berpendapat. Salah satu contoh nyata adalah Aksi Kamisan yang sudah 755 kali dilakukan. Aksi ini selalu tertib dilakukan dengan pemberitahuan, namun tetap kerap dihalang-halangi dan dihambat.

“Yang rakyat butuhkan adalah perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. DPR dan Pemerintah yang baik, buatlah pasal yang menghukum pelaku-pelaku yang menghambat kami berpendapat dengan tertib,” kata Nenek Dela, warga Muara Baru yang juga seorang paralegal.

Selanjutnya, pasal tentang pencemaran dan perusakan lingkungan. Pasal ini menyulitkan pembuktian karena tidak ada pengaturan yang jelas mengenai derajat kerusakan lingkungan. Penjahat lingkungan yang mayoritas adalah korporasi menjadi sulit dikejar karena pembuktiannya bergantung pada kesalahan pengurus, bukan korporasi itu sendiri.

“DPR perlu memastikan bahwa tindak pidana lingkungan benar-benar dihapuskan dalam RKUHP karena kejahatan lingkungan adalah tindak pidana khusus yang tidak layak menjadi substansi RKUHP,” kata Satrio dari WALHI Eksekutif Nasional.

Keempat, pasal tentang paham yang bertentangan dengan Pancasila. Kata-kata “yang bertentangan dengan Pancasila” sangat berbahaya karena tidak ada ukuran yang jelas untuk menilai seseorang bertentangan atau sejalan dengan Pancasila. Sehingga, membuka ruang multitafsir mengenai hal-hal yang dimaksud sebagai bertentangan dengan ideologi Pancasila. Sementara itu masyarakat Indonesia sangat beragam dengan berbagai latar belakang dan cara berpikir.

“Keberagaman kita yang selama ini tertuang dalam Pancasila, malah terancam dengan pasal ini. Pasal ini sangat mungkin digunakan untuk melabeli semua orang yang dianggap berbeda, mengkritik negara dan pemerintah sebagai anti Pancasila yang ujung-ujungnya adalah senjata untuk pemerintah yang anti terhadap kritik dari masyarakat,” tandas mereka.

Kemudian, pasal tentang tindak pidana korupsi. Pasal ini salah satu bukti nyata bahwa RKUHP sangat memihak penguasa. Dalam RKHUP, seluruh hukuman badan (penjara) dan denda untuk koruptor, diturunkan.

“Saat hukumannya berat saja, para penguasa tidak takut korupsi, apalagi setelah RKUHP ini disahkan. Maling uang rakyat diberi keuntungan, kita, korban korupsi, malah terus diinjak dan dibuat susah,” lanjut Nugraha.

Terakhir, yang keenam, pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat yang tadinya adalah tindak pidana khusus, oleh RKUHP akan diubah jadi tindak pidana umum. Tak ada lagi keistimewaan dalam penindakan hukum pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum RKUHP disahkan tidak akan bisa dibawa ke proses hukum.

“Maaf Bu Sumarsih, Maaf Para Korban 1965, Maaf Para Korban Pelanggaran HAM Berat, harapan kita yang sudah sangat tipis ini, akan hilang jika RKUHP bermasalah ini disahkan,” kata Fathia dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).