Kemudian, tentang pasal yang terkait dengan contempt of court. Citra menyebut bahwa pasal ini akan menjadikan posisi hakim di ruang persidangan seperti dewa. Dalam persidangan, seringkali masyarakat menemui adanya hakim yang memihak. Apabila pasal ini disahkan, ketika bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan dapat dianggap sebagai penyerangan integritas.
“Pasal ini juga berbahaya bagi lawyer, saksi, dan korban,” tandasnya.
Lalu, ada juga terkait dengan pasal yang berhubungan dengan aksi unjuk rasa tanpa pemberitahuan. Bagi dia, aturan ini juga termasuk sebagai pasal anti kritik karena masyarakat yang menuntut haknya justru bisa dihadiahi dengan penjara.
Pasal terkait edukasi kontrasepsi. Citra juga memaparkan bahwa pasal ini pun bisa berpotensi sebagai ajang untuk melakukan kriminalisasi terhadap pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi.
“Aturan ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orangtua atau pengajar yang mengajarkan anaknya kesehatan reproduksi,” sebutnya.
Selanjutnya, ada juga pasal terkait dengan kesusilaan. Pasal terkait kesusilaan menurut Citra juga cukup dianggap berbahaya apabila disahkan, karena penyintas kekerasan seksual bisa mendapatkan kriminalisasi.
Kemudian, pasal terkait dengan tindak pidana agama. Ia juga menyebut bahwa pasal ini bisa mengekang kebebasan beragama dan kepercayaan seseorang. Padahal, persoalan agama atau hubungan antar manusia merupakan urusan personal. Sehingga, apabila RKUHP disahkan, maka urusan transenden seperti agama bisa menjadi urusan publik.
Pasal terkait penyebaran marxisme dan leninisme, dan bertentangan dengan Pancasila. Bagi Citra Referendum, aturan ini juga dapat mengekang kebebasan akademik dan akan mudah digunakan untuk membungkam oposisi dan masyarakat yang kritis.
Lebih lanjut, Citra bersama dengan beberapa elemen lembaga dan LSM lainnya menilai, bahwa RKUHP yang saat ini hendak disahkan oleh DPR bersama pemerintah ternyata masih banyak memuat beragam pasal bermasalah. Di sisi lain, proses pembahasan dari RKUHP juga dianggapnya tidak partisipatif dan harus melalui proses diskusi lanjutan.
Tak hanya itu, apabila pemerintah dan DPR mengesahkan RKUHP saat ini, pihaknya menilai bahwa baik eksekutif maupun legislatif sedang menunjukkan bahwa pemerintah tidak peduli dengan suasana duka yang masih dirasakan masyarakat pasca Tragedi Kemanusiaan di Kanjuruhan, Jawa Timur dan bencana alam gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat. Yang menelan ratusan korban jiwa.
“Untuk itu masyarakat menyerukan kepada DPR dan Pemerintah untuk tidak mengesahkan RKUHP sebelum masa reses ini dan lebih banyak membuka ruang diskusi bersama masyarakat,” tegas Citra.
Jika ingin mengesahkan RKUHP, Citra dan rekan-rekannya itu meminta agar pemerintah dan DPR segera menganulir seluruh pasal-pasal bermasalah yang disebutkannya itu.
“DPR dan pemerintah juga harus mencabut pasal-pasal bermasalah, dalam RKUHP karena tidak jelas parameternya dan berpotensi menjadi pasal karet,” pungkasnya.
Aksi damai pembentangan spanduk dan kampanye kepada publik tersebut diikuti oleh beberapa organisasi, antara lain; YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty Internasional Indonesia, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, LBH Masyarakat dan Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS Indonesia).