Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang lebih mengedepankan ulasan tentang seputar keagamaan, khusus agama Islam. Banyak para kiai membangun pesantren agar lebih memudahkannya menyalurkan keilmuan yang ia miliki.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Asrori. Bahkan ia juga mengatakan bahwa pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang kental dengan budaya nusantara.

“Lembaga pendidikan pesantren merupakan metode pendidikan khas Nusantara yang sudah teruji keberhasilan pendidikannya. Untuk itu, pondok pesantren perlu dijaga dan terus dikembangkan,” kata kiai Said Asrori dalam sambutannya di puncak acara Hari Ulang Tahun (Harlah) ke 59 tahun Pondok Pesantren Al Huda, Doglo, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (13/11).

Kemudian, ia juga menuturkan, bahwa ada 3 (tiga) syarat mutlak pendirian pondok pesantren. Yang utama menurutnya adalah kiai atau pengasuh. Tidak mungkin ada pondok pesantren bisa berjalan tanpa ada yang mengelolanya.

“Pendidikan pesantren minimal mempunyai tiga hal yang menjadi prasyarat; Pertama, ada kiai atau pengasuh yang mengajarkan ilmu,” ujarnya.

Kemudian syarat kedua adalah adanya murid atau santri. Biasanya, pondok pesantren lebih pada keberadaan santri yang bermukim dalam kurun waktu lama. Sebab, kajian-kajian yang ada dilakukan secara rutin mulai dari pagi hingga malam.

“Kedua, ada santri sebagai anak asuh yang menempuh pendidikan di pesantren,” terangnya.

Dan syarat yang ketuga adalah keberadaan ilmu. Di dalam pondok pesantren, pokok utama adalah pendidikan keagamaan mulai dari segi bahasa seperti Nahwu Sharaf dan sebagainya. Kemudian kajian persoalan ubudiyah (ibadah) hingga pengayaan ilmu-ilmu pendukung.

Bahkan persoalan gedung pesantren menjadi nomor terakhir ketiga tiga syarat di atas sudah terpenuhi dengan baik.

“Dan ketiga, ada ilmu atau kitab yang diajarkan. Kalau ada pesantren, bahkan membangun gedung yang megah tetapi tidak ada Kiainya, atau tidak ada santrinya (yang mukim) dan apalagi tidak pembelajaran kitab di dalamnya, maka sejatinya bukanlah pesantren,” pungkasnya.