HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dalam menyambut perayaaan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November ini. Berikut rangkuman sejarah perjuangan Pahlawan Nasional dari Minahasa, Maria Walanda Maramis pejuang hak bersuara perempuan yang dikutip Holopis.com dari berbagai sumber.
Pahlawan Perempuan Indonesia, Maria Walanda Maramis, memiliki jasa yang besar terhadap perjuangan hak-hak dan emansipasi perempuan di awal abad ke-20, jasa-jasanya tidak boleh dilupakan dalam catatan sejarah maupun ingatan masyarakat Indonesia.
Kisah Perjalanan Hidup Sang Pejuang Suara Perempuan Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis terlahir dengan nama asli Maria Josephine Catherine Maramis, di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada tanggal 1 Desember 1872. Ia merupakan putri bungsu dari pasangan Maramis dan Sarah Rotinsulu.
Namun saat usianya menginjak 6 tahun, Maria muda harus ditinggal kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Lalu ia dibesarkan oleh pamannya.
Sangat terpaksa, ia hanya bersekolah sampai tingkatan dasar selama tiga tahun, karena di Minahasa terdapat peraturan yang melarang perempuan untuk sekolah lebih tinggi. Dimana perempuan dipaksa untuk tinggal di rumah sembaring menunggu dinikahi pria.
Maria kecil mengikuti aturan tersebut, namun ia mampu bergaul dengan golongan terpelajar. Atas dasar itu, pemikiran Maria terus berkembang sejalan dengan permasalahan sosiologi masyarakat di daerahnya.
Salah satu rekannya yang memberikan pengaruh positif padanya adalah pendeta Belanda di Maumbi bernama Ten Hove, yang kemudian menginspirasinya untuk memajukan perempuan di Minahasa.
Saat berusia ke-18 tahun, Maria menikah dengan seorang guru bahasa di sekolah Belanda di Manado, yang bernama Jozef Frederik Calusung Walanda.
Ia mengetahui situasi memprihatinkan di kawasan tempat tinggalnya di Airmadidi dan Maumbi, maria melihat bahwa perempuan di lingkungannya tidak punya pengetahuan mumpuni tentang kesehatan, rumah tangga, dan pengasuhan anak.
Atas dasar itulah perjuangan Maria Walanda Maramis dimulai. Bahkan menjadi babak baru dalam perjalanan sejarah perjuangan perempuan Indonesia.
Dimana Maria, melakukan pemberdayaan perempuan dengan mengajaknya melaksanakan kegiatan seperti menyulam, memasak, sampai membuat kue dari rumah ke rumah.
Kiprah Perjuangan, Sang Kartini dari Minahasa
Di tahun 1917, Maria mendirikan sebuah organisasi pemberdayaan yakni Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau PIKAT. Bahkan, di tengah masa sulit penjajahan Belanda serta budaya yang melarang perempuan untuk sekolah tinggi, ia membuka sekolah rumah tangga dengan menggunakan salah satu rumah seorang pedagang Belanda.
Di sekolah tersebutlah, ia memberikan pendidikan bagi perempuan pribumi tamatan sekolah rendah dari berbagai kalangan. Dalam beberapa tahun perjalanan, PIKAT berhasil membuka cabang di Pulau Kalimantan dan Jawa.
Keberanian untuk terus maju memperjuangkan hak perempuan di bidang pendidikan, ternyata mencuri perhatian pemerintah Belanda. Di tahun 1920, seorang Gubernur Jenderal Belanda mengunjungi sekolah PIKAT dan memberikan sokongan dana.
Upaya besar Maria tidak hanya pada lingkup sekolah PIKAT. Ia juga lantang dan vokal dalam memperjuangkan hak suara perempuan agar diberikan kesempatan dan kesetaraan suara atau hak pilih dalam memilih perwakilan.
Seluruh tenaganya ia curahkan untuk mencapai hak suara/hak pilih bagi perempuan tidaklah sia-sia, pemerintah Belanda pada tahun 1921 mengizinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan perwakilan Dewan Rakyat di Minahasa.
Perjalanan Terakhir Sang Pahlawan Perempuan Minahasa
Di akhir hayatnya, kondisi Maria Walanda Maramis kian memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Lalu ia pun meninggal pada 22 April 1924 di usianya yang ke-51 tahun. Walaupun ia telah pergi, seluruh perjuangan dan jasa-jasanya terus dilanjutkan oleh perempuan-perempuan Minahasa didikannya.
Untuk mengenang perjuangan dan jasanya pemerintah Indonesia menerbitkan Surat Kepres No. 012/TK/1969 dan menganugerahi Maria gelar Pahlawan Nasional. Bahkan apresiasi tertinggi disematkan kepada Maria Walanda Maramis oleh Pemerintah Provinsi Minahasa dengan membangun monumen perjuangannya di Desa Maumbi.
Seluruh masyarakat Minahasa pun, memberikan penghormatan tertinggi kepada Maria sebagai seorang pahlawan perempuan nasional Indonesia dari Minahasa, ditetapkanlah tepat tanggal 1 Desember (hari lahir Maria) menjadi Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan.