HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bareskrim Polri mulai melakukan pendalaman soal dugaan kelalaian pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terkait kasus gagal ginjal akut pada anak.

Sebagaimana diketahui, kasus gagal ginjal akut yang telah menewaskan ratusan anak ini diduga kuat akibat obat sirup yang menggandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas aman.

“Iya nanti ya (pemeriksaan dugaan kelalaian pengawasan BPOM), semuanya yang ingin kita ketahui saja,” kata Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (9/11).

Pipit mengaku, pihaknya telah melayangkan surat undangan klarifikasi kepada sejumlah pejabat BPOM terkait kasus gagal ginjal akut tersebut.

Namun untuk saat ini, pihaknya masih menunggu kesediaan dari para pejabat BPOM tersebut untuk melakukan klarifikasi.

“Kita minta klarifikasi dari pejabat pejabat yang berwenang, untuk bisa menjelaskan tentang bahasa bahasa teknis, seperti apa yang terjadi permasalahan ini,” ujar Pipit.

Sejauh ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat total kasus gagal ginjal akut per 6 November 2022, sebanyak 324 kasus yang tersebar di 28 provinsi.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 27 pasien masih dalam perawatan, 195 meninggal dan 102 pasien telah dinyatakan sembuh.

Dalam tiga hari terakhir, yakni mulai 3-6 November 2022, Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril mengatakan bahwa pihaknya tak mencatat adanya kasus baru, baik itu kasus terkonfirmasi maupun kasus kematian akibat gagal ginjal akut.

“Betul-betul kita catat dalam tiga hari tidak ada kasus baru maupun kematian (akibat gagal ginjal akut),” kata Syahril dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Meskipun sudah tak ada penambahan kasus baru gagal ginjal akut, Pipit menegaskan, pihaknya masih tetap melakukan pendalaman terkait adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

Ia mengatakan, pihaknya di Barrskrim Polri masih pendalaman lebih lanjut, utamanya terkait bahan baku, supplier bahan, serta pengawas obat tersebut hingga bisa beredar di publik.

“Bahan tambahan mana yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol, itulah nnti kita mengerucut ke sana ya, siapa yang mensuplai, siapa yang menerima, ya kan terus pertanyaannya siapa yang mengecek, kira-kira begitu kita dalami kok bisa nggak dideteksi gitu,” tukasnya.