HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta menilai bahwa perempuan bercadar yang menodongkan senjata api kepada aparat keamanan di depan Istana Negara Jakarta bukan pelaku terorisme tunggal alias lone wolf.
“Saya menduga dia bukan lone wolf atau bukan pelaku tunggal,” kata Stanislaus kepada Holopis.com, Selasa (25/10).
Ada dua dasar mengapa ia memberikan asumsi begitu. Pertama, ia menilai bahwa pelaku bukan lone wolf, sebab jika melihat dari senjata api yang digunakan, ia tak mungkin bisa mendapatkan sendiri, akan tetapi diduga kuat ada yang mengadakannya.
“Dia membawa senjata yang akan sulit dia cari sendiri, minimal ada aktor lain yang menyediakan senjata,” ujarnya.
Dasar kedua adalah dari aksinya yang cenderung amatir. Jika memang ia akan melakukan aksinya dalam kategori terorisme terlatih, setidaknya todongan pertama saat hendak ditindak akan meletuskan tembakan. Sementara dalam insiden itu, ia cenderung tak melakukan hal tersebut.
“Selain itu pelaku nampak dia tidak terlatih dan tidak militan. Jika terlatih, maka dia sudah menggunakan senjatanya,” terang Stanis.
Oleh sebab itu, ia menilai bahwa tugas polisi saat ini adalah menelusuri siapa yang memberikan perintah wanita tersebut, sekaligus motif utamanya.
“Indikasinya dia digerakkan dan ini yang harus dicari, mulai dari mana senjata itu dia dapatkan,” tandasnya.
Sekedar diketahui Sobat Holopis, bahwa telah terjadi aksi upaya penyerangan dari seorang wanita bercadar ke arah Istana Negara Jakarta. Ia menodongkan senjata api rakitan jenis FN ke arah petugas khususnya Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang berjaga di Jalan Medan Merdeka Utara, tepatnya di Pos bandung 1 / Oteva.
Insiden itu berlangsung pada pukul 07.00 WIB pagi tadi. Beruntung, dua aparat petugas Satuan Penegakan Aturan (Sat Gatur) berhasil mengamankan wanita tersebut beserta senjata api miliknya.
Saat ini, wanita tersebut masih diproses di Ditreskrimum Polda Metro Jaya.