HOLOPIS.COM, TRENGGALEK – Banjir Trenggalek di Jawa Timur, disebabkan oleh curah hujan dengan intensitas tinggi yang menguyur wilayah tersebut beberapa hari terakhir.
“Tingginya curah hujan menyebabkan debit air sejumlah anak sungai melonjak tajam hingga terjadi limpahan dan menggenangi beberapa wilayah,” jelas Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan kepada Holopis.com, Kamis (20/10).
Raymond menjelaskan, hasil pemantauan dan pengukuran curah hujan yang dilakukan pihaknya pada 18 Oktober 2022 di tiga daerah hulu sungai di Trenggalek, yakni di Kecamatan Kampak, Tugu, dan Bendungan, menunjukan curah hujan hingga 300 milimeter.
“Tanggal 18 Oktober (curah) hujan sangat signifikan, yang kita ukur di tiga lokasi di Kampak, Bendungan, dan Tugu. Curah hujan di Kampak itu mencapai 300 milimeter dalam waktu 24 jam,” kata Raymond.
“300 milimeter itu sama dengan 30 centimeter. Jadi kalau dikumpulkan tebalnya itu sama dengan penggaris yang biasa dipakai sehari-hari, tebal sekali hujannya,” sambungnya.
Kemudian, curah hujan di wilayah Bendungan tercatat 140 milimeter dalam 24 jam dan curah hujan di Tugu tercatat 184 milimeter dalam 24 jam. Akibatnya, terjadi peningkatan debit air sejumlah anak sungai di Trenggalek, termasuk Sungai Tugu, Sungai Keser, dan Sungai Prambon.
“Aliran air dari anak sungai yang hendak memasuki Sungai Ngasinan sudah tidak bisa lagi, tertahan karena debit air Sungai Ngasinan juga mengalami peningkatan tajam,” katanya.
“Akibatnya, aliran air dari anak-anak sungai terjadilah limpahan keluar dari sempadan sungai dan terjadi genangan di beberapa wilayah,” ia menambahkan.
PJT berusaha mengatasi dampak lonjakan debit air dari Sungai Ngasinan, Tawing, Tugu, Bagong, dan beberapa anak sungai lainnya dengan membuka pintu air di Dam Bendo secara terus-menerus. Pintu Air Bendo merupakan sarana pengendali debit air di Sungai Ngasinan.
Pada awal terjadi peningkatan curah hujan, debit air di Pintu Air Bendo tercatat 569 meter kubik/detik sehingga kondisi Sungai Ngasinan dinyatakan masuk level siaga.
Debit air kemudian terus meningkat sehingga menyentuh angka 750 meter kubik/detik, sehingga PJT 1 selaku operator Pintu Air Bendo berusaha melepaskan sebagian besar debit air ke Parit Raya serta membuangnya ke laut melalui terowongan Neyama Tulungagung.
Raymond mengatakan bahwa sehari setelah banjir besar di beberapa wilayah Trenggalek, debit air sungai telah berkurang hingga 50 persen atau menjadi sekitar 265 meter kubik/detik.