HOLOPIS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan terkait dengan penagihan utang atau yang biasa dikenal debt collector.

Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 7 POJK Nomor 6/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Jika debt collector melanggar aturan yang telah ditetapkan, maka akan dikenakan sanksi hukum pidana.

Debt collector dalam menjalankan proses penagihan dilarang menggunakan ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal,” tulis OJK dalam akun Instagramnya @ojkindonesia, yang dikutip Holopis.com pada Sabtu (15/10).

Sementara itu Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang bekerja sama dengan debt collector, juga bisa terkena sanksi administratif antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Dalam tulisannya, OJK juga menjelaskan setiap proses penagihan yang dilakukan pihak ketiga di bidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen.

Dokumen yang dimaksud antara lain, kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, salinan sertifikat jaminan fidusia.

“Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” jelas OJK.

https://www.instagram.com/p/CjjnYTSvAmW/?igshid=MDE2OWE1N2Q=