“Yang saya lihat di dalam keseharian antara bank sentral kita BI dan kementerian keuangan ini berjalan beriringan, berjalannya rukun, tidak saling tumpang tindih,” tutur dia.
“Ini yang saya lihat, komunikasinya baik, sehingga fiskal dan moneter itu bisa berjalan bersama-sama,” sambungnya.
Selain itu, kinerja tersebut juga dicapai berkat adanya bantuan sosial (bansos) dari pemerintah kepada masyarakat, termasuk pemberian subsidi dan kompensasi dengan jumlah yang terbilang fantastis yakni Rp502,6 triliun di tahun ini.
Jokowi menjelaskan bahwa hal tersebut harus dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi global yang sedang kacau balau.
“Pemerintah juga memberikan bantuan sosial baik berupa kompensasi dan subsidi ini besarnya luar biasa, Rp502,6 triliun, ini angka yang gede sekali. Tetapi ya inilah karena kita ingin konsumsi tetap, konsumsi masyarakat tetap terjaga, daya beli masyarakat tetap terjaga, ya bayarannya ini Rp502 triliun,” ujarnya.
Tak hanya itu, pengendalian inflasi di tingkat mikro dan makro pun turut andil terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Jokowi menyebut, pengendalian inflasi tak hanya dilakukan dengan menaikkan suku bunga seperti halnya yang dilakukan oleh sejumlah bank sentral di dunia. Pengendalian inflasi, kaga dia, juga dapat dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggunakan dua persen dana transfer umum dan belanja tidak terduga, salah satunya dengan subsidi transportasi.
“Caranya? Ini misalnya ada kenaikan bawang merah di sebuah provinsi, Lampung misalnya. Sumber bawang merah di mana? Brebes. Karena harga bawang merah naik di Lampung, sudah, pemda bisa beli langsung ke Brebes atau menutup ongkos transportasi dari Brebes ke Lampung, itu dibebankan di APBD. Setelah kita hitung-hitung juga biayanya biaya yang sangat murah,” lugasnya.