HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pajak progresif masih diterapkan pemerintah, yang bertujuan mengendalikan jumlah kendaraan bermotor. Namun dalam kenyataannya, jumlah kendaraan bermotor tetap tidak berkurang.

Bahkan orang yang sudah punya kendaraan bermotor, mencari cara lain untuk memiliki lagi kendaraan agar tidak terkena pajak progresif. Seperti, menggunakan identitas lain, ada pula yang pakai nama perusahaan agar tidak kena pajak progresif.

“Progresif itu bukan solusi untuk mengurangi beredarnya kendaraan bermotor di jalan. Karena masyarakat Indonesia ini ada duit ya pasti beli kendaraan. Tapi kalau dilakukan progresif, yang terjadi adalah karena setiap kendaraan kedua pajaknya lebih tinggi, ketiga lebih tinggi lagi, sehingga mereka menghindar,” ujar Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus dilansir Holopis.com dari video NTMC Polri, dikutip Holopis. com, Minggu (9/10).

“Cara menghindarnya apa? (Misalnya) saya punya mobil 5, satu namanya Yusri, yang kedua namanya tetangga, yang ketiga namanya nama saudara, yang keempat kelima nama PT,” sambung Yusri.

Akibatnya, data yang digunakan untuk Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik tidak akurat. Yusri memberikan contoh, saat kendaraan pribadi yang menggunakan nama PT. Saat melakukan pelanggaran dan terekam ETLE, maka yang akan di tilang adalah PT-nya

“Kalau nama PT nanti yang melanggar saya, tapi yang ditilang PT-nya, nggak tahu PT siapa kita bikin. Yang melanggar saya, karena pakai nama saudara, yang dikirim surat cinta (surat tilang) saudara itu. Jadi nggak ada fungsinya,” ucap Yusri.

“Jangan lupa, nama PT itu pajak kendaraan bermotornya kecil sekali. Kan akhirnya kasihan, lost pemerintah ini yang seharusnya masuk PAD (pemasukan asli daerah) bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas jalan, akhirnya tertunda,” pungkasnya.