HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hasil survei Indikator Politik Nasional menyatakan mayoritas masyarakat menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Masyarakat justru lebih memilih pemerintah menambah utang, ketimbang menaikkan harga BBM, khususnya BBM bersubsidi.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan bahwa pihaknya pada September lalu telah melakukan survei secara tatap muka kepada 1.220 orang, yang merupakan warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau lebih, atau yang sudah menikah. Toleransi kesalahan atau margin of error dari survei tersebut didapati lebih kurang 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Adapun hasil survei tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 55,6 persen responden menyatakan tidak setuju sama sekali atas kenaikan harga BBM, dan 32 persen menyatakan kurang setuju.
“Kita tanya juga kalau dari sisi sikap ya sebagian besar menolak memang. Ini bukan hal yang mengagetkan karena memang ini kebijakan yang tentu tidak mengenakkan,” kata Burhanuddin dalam rilis yang diterima Holopis.com, Kamis (6/10).
Namun dari hasil survei tersebut, terdapat temuan menarik, dimana para responden lebih berkenan jika pemerintah menambah utang daripada menaikkan harga BBM. Bahkan, lebih dari separuh responden yang menyatakan hal tersebut.
“Sebanyak 58 persen setuju dengan pendapat meski harga bahan bakar dunia saat ini mengalami peningkatan, pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar tidak dinaikkan, termasuk jika harus menambah utang,” ujarnya.
Di sisi lain, mayoritas responden yakni 72,1 persen tidak tahu bahwa beban subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) sudah bengkak hingga Rp 502,4 triliun.
“Yang tahu cuma 27,9 persen. Kenapa penolakan publik terhadap kebijakan kenaikan BBM tinggi, satu yang tahu bahwa subsidi dan kompensasi energi sudah mencapai Rp 502 triliun di 2022 itu dikit. Mereka tahunya itu nggak disubsidi harga BBM yang dijual di pom bensin (milik Pertamina),” tandas Burhanuddin.