HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim bahwa terjadinya kasus korupsi di tataran penegak hukum bukan dari kesalahan eksekutif dari pemerintahan.
Belajar dari kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Mahfud mengklaim bahwa upaya pemerintah saat ini sudah maksimal dalam menegakan aturan.
“Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah utk memberantas mafia hukum, tapi sering gembos di pengadilan,” kata Mahfud dalam akun instagramnya seperti dikutip Selasa (27/9).
Mahfud kemudian juga beralasan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak selama ini untuk membenahi atau melakukan hal yang sama demi memberantas mafia hukum.
“Kami tidak bisa masuk ke MA karena beda kamar, kami eksekutif sedang mereka yudikatif. Mereka selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri,” dalihnya.
“Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justru kerap kali gembos di lembaga yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen,” sambungnya.
Namun, dengan terjadinya kasus Dimyati ini menurut Mahfud kemudian yang harus menjadi perhatian betapa carut marutnya kondisi hukum di Indonesia.
“Eh, tiba2 muncul kasus hakim agung Sudrajat Dimyati dengan modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum gila-gilaan yang sudah sering saya peringatkan di berbagai kesempatan,” tegasnya.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, upaya reformasi hukum yang diminta oleh Presiden Jokowi ini karena bentuk kekecewaan pemberantasan korupsi yang gagal di tataran penegak hukum.
“Kita akan mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan, sesuai dengan instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia. Saya akan segera berkordinasi untuk merumuskan formula reformasi yang memungkinkan secara konstitusi dan tata hukum kita itu. Presiden sangat serius tentang ini,” pungkasnya.