HOLOPIS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut sejumlah anak buah Kapolda Irjen Pol Fadil Imran menggunakan dalil UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk dasar perlindungan terhadap tersangka Putri Candrawathi.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, kala itu Wakil Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond yang saat ini telah dipecat dari Polri, gunakan UU tersebut tanpa ada upaya pembuktian materiil.

“Munculnya soal UU TPKS itu pada tanggal 29 Juli, pada rapat koordinasi di Polda Metro yang dipimpin oleh Dirkrimum, kementerian lembaga termasuk LPSK dan dari Pihak Polda diwakili Wadirkrimum. Itu menyampaikan bahwa kalau dasar UU TPKS tersangka harus segera diumumin, di situ munculnya UU TPKS,” kata Edwin, Minggu (25/9).

Padahal, penggunaan UU TPKS itu sebelumnya tidak dijadikan rujukan dalam laporan polisi per 8 dan 9 Juli 2022 dan baru digunakan sebagai rujukan dalam kasus Putri setelah kasus mulai terbongkar.

“Tidak ada di laporan tanggal 8, laporan tanggal 9 (Juli) saat laporan polisi itu dibuat. Jadi muncul kemudian, kita nggak tahu juga gimana munculnya,” ungkapnya.

Merasa curiga, Edwin pun menegaskan bahwa sejak saat ini LPSK tidak mau begitu saja menerima pengajuan perlindungan tersebut

“Karena kami sudah melihat yang janggal, yang ganjil, yang tidak lazim dari proses awal nggak bisa terima, dong. Kan mereka ingin kami terima saja hasil asesmen psikologi yang sudah ada,” tegasnya.

Edwin kemudian mengklaim bahwa saat itu pihaknya dipaksa untuk menerima saja hasil asesmen psikologi yang telah dilakukan pihak Putri.

“Kan jadi pertanyaan buat kami, kok sama psikolog lain bisa ngomong, kalau psikolog kami nggak bisa ngomong? Kok di Mako Brimob bisa ngomong, di depan kami nggak bisa ngomong? Kok depan penyidik bisa ngomong, sama LPSK nggak bisa ngomong, kok milih-milih,” jelasnya.

Edwin kemudian menegaskan, rujukan UU TPKS yang diajukan tersebut sudah jelas tidak bisa digunakan dalam kasus istri Ferdy Sambo.

“UU TPKS dijadikan instrumen legal untuk melindungi ibu PC tanpa ada upaya membuktikan materialnya apakah posisi sebagai korban itu benar atau tidak. Jadi, ya misalnya ada orang saat ini mengaku sebagai korban kekerasan seksual dan dia rujuk UU TPKS itu seolah-olah dirujuk dulu sebagai korban,” pungkasnya.