Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI), Bintang Wahyu Saputra menyarankan kepada Menko Polhukam Prof Mohammad Mahfud MD untuk lebih memilih menggunakan kata ‘oligarki’ ketimbang menggunakan kata ‘Cukong’ dalam menentukan klasifikasi pemilik modal atau pengusaha yang melakukan tindakan negatif dengan kekuasaan finansialnya, sekaligus tindakan mereka yang dinilia melakukan perusakan terhadap demokrasi di Indonesia.

Ia khawatir, penggunaan diksi cukong bisa melukai hati masyarakat dengan suku atau etnis tertentu yang ikut membangun negara ini, yakni China.

“Tidak elok seorang Menteri menyebut kata Cukong untuk sesuatu yang negatif. Pilihan kata Cukong bisa dianggap Pak Mahfud tendensius terhadap saudara-saudara kita etnis Tionghoa,” jata Bintang, Kamis (22/9).

Ia menuturkan, bahwa kata ‘Cukong’ merupakan bahasa Hokkian, yang memiliki arti bos atau pemilik usaha. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cukong artinya orang yang mempunyai uang banyak yang menyediakan dana atau modal yang diperlukan untuk suatu usaha atau kegiatan orang lain.

“Kata oligarki atau pengusaha hitam lebih tepat disematkan kepada para perusak demokrasi seperti yang dimaksud Pak Mahfud, bukan Cukong. Karena Cukong punya arti positif, mereka membantu orang yang mau usaha dengan menyiapkan modal,” ujarnya.

Oleh sebab itu, pihaknya mengharapkan apa yang sudah terjadi bisa menjadi bahan evaluasi sehingga ke depan Mahfud MD bisa lebih bijak memilih kata-kata agar tidak ada pihak pihak yang merasa disakiti.

“Harapan kami sebagai pejabat pemerintah dengan posisi strategis Pak Mahfud bisa lebih arif dalam menyampaikan pernyataan dan menggunakan kata-kata yang tepat. Kata Cukong sangat tidak elot, terkesan rasis dan tidak pancasilais,” sebut Bintang.

Seperti diketahui pada peringatan puncak acara HUT ke 56 KAHMI di Jakarta, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, 84 persen kepala daerah di Indonesia dibiayai cukong untuk maju Pilkada. Akibatnya demokrasi menjadi tidak sehat, demokrasi jual beli.