HOLOPIS.COM, BANDUNG – Ribuan buruh dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.

“Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya yang telah dilakukan oleh buruh Jawa Barat, dimana para buruh melakukan aksi di masing-masing kabupaten dan kota,” kata ketua DPW FSPMI Jawa Barat yang juga Ketua Exco Partai Buruh Jawa Barat, Suparno, Rabu (21/9).

Aksi unjuk rasa tersebut merupakan rangkaian aksi yang dilakukan oleh Partai Buruh dan organisasi serikat buruh lainnya di seluruh Indonesia yang dilakukan secara bergelombang selama bulan September ini.

Bahkan, aksi unjuk rasa tersebut tidak hanya terjadi di Bandung saja, akan tetapi juga berlangsung di DKI Jakarta, tepatnya di depan gedung Balaikota Pemprov DKI yang dilakukan oleh buruh Jakarta.

Oleh karena itu, baik aksi di Gedung Sate maupun di Balaikota mengusung 3 (tiga) tuntutan.

Tuntutan pertama, tolak kenaikan harga BBM. Sebab kenaikan harga BBM tersebut menurunkan daya beli yang saat ini sudah turun sebesar 30%. Dengan BBM naik, maka daya beli akan turun lagi menjadi 50%.

“Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflasi menjadi 7% hingga 8% yang menyebabkan harga kebutuhan pokok akan meroket,” ujar Suparno.

Tuntutan kedua, buruh menolak Undang-undang Omnibus Law Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja. Karena beleid ini nyata-nyata menyengsarakan buruh. Kontrak berulangkali tanpa periode kontrak, outsourcing di semua jenis pekerjaan, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon dikurangi.

Sedangkan tuntutan ketiga, menuntut kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13%. “Upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir, bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. Kami menolak itu dan meminta kenaikan upah sebesar 13%,” tegasnya.

fspmi dki
Ketua FSPMI DKI Jakarta, Winarso saat melakukan doorstop dengan wartawan di depan Balaikota DKI Jakarta. [foto : Istimewa]

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal menambahkan, bahwa rangkaian aksi akan terus berlanjut, hingga puncaknya tanggal 4 Oktober 2023 kurang lebih 5.000-7.000 orang buruh melakukan unjuk rasa di Istana Negara Jakarta.

Di Istana, aksi akan diikuti Partai Buruh bersama bersama 4 konfederasi besar di Indonesia (KSPI, ORI-KSPSI, KPBI, dan KSBSI, juga bergabung SPI, JALA PRT, organisasi perempuan PERCAYA, Urban Poor Consocium, Komite Aksi Transportasi Online (KATO), 60 federasi serikat pekerja di tingkat nasional, dan beberapa organisasi kerakyatan lainnya yang bergabung di Partai Buruh

Ada beberapa alasan mengapa aksi ini digelar. Pertama, harga minyak dunia sudah turun. Dengan demikian, seharusnya Presiden Jokowi menurunkan harga BBM seperti harga semula.

Alasan lain, lanjut Said Iqbal, daya beli masyarakat pekerja, khususnya kaum buruh, pekerja rumah tangga, miskin kota, sudah merosot 30% diakibatkan naiknya angka inflansi. Kenaikan inflansi disumbang oleh kenaikan harga sewa rumah naik 12%, transportasi naik 20%, dan makanan 15%.

“Dalam situasi seperti ini, tidak mungkin rakyat kecil bisa bertahan,” tegasnya.

Sementar itu, BLT yang besarnya Rp150 ribu per bulan selama 6 bulan hanya gula-gula dan tidak ada manfaat. Yang disebut BLT sebagai bantalan itu hanya menggarami air laut, menjadi sia-sia.

Di beberapa negara, dengan ron BBM yang lebih baik dibandingkan Pertalie dan solar bersubsidi, bisa menjual lebih murah. Said Iqbal menilai, biang keladi semua ini adalah monopoli pengelolaan BBM yang tidak transparan. Sehingga ada perusahaan yang menjual harga lebih murah, didesak untuk menaikkan harganya.

“Karena itulah, mengapa kemudian partai buruh bersama kelas pekerja menggelar aksi besar-besaran puluhan ribu buruh pada tangga 4 Oktober,” tegas Said Iqbal.

Selain menolak kenaikan harga BBM, aksi Partai Buruh pada tanggal 4 Oktober nanti juga menyuarakan penolakan omnibus law. Karena ini adalah biang keladi penurunan terhadap daya beli dan perlindungan terhdap kelas pekerja. Di mana omnibus law menyebabkan tidak naik upah selama 3 tahun berturut-turut.

“Dengan inflansi 15% lebih, tahun depan upah sudah dinyatakan tidak naik kembali. Berarti sudah tahun keempat tidak naik upah. Inilah Menteri Tenaga Kerja terpuruk. Tidak mengerti persoalan dan melindungi pengusaha hitam,” ujarnya.

Tahun ini inflansi pada tingkat 7%. Perkiraan pertumbuhan ekonomi 4,5 – 5 persen. Berarti, inflansi dan pertumbuhan ekonomi 12,5%. Maka yang dituntut buruh dengan naik upah 10-13% sangat rasional. Tetapi Menteri justru tidak mendengar dan justru kembali mengumumkan tidak lagi menaikkan upah.

“Jika aksi 4 Oktober tidak digubris, maka bisa dipastikan pada akhir November atau awal Desember 2022, Partai Buruh bersama dengan 60 federasi tingkat nasional akan menggelar mogok nasional setop produksi diikuti 5 juta buruh, petani, pengemudi, dan klas pekerja lainnya,” tegas Said Iqbal.