HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengingatkan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih akan terbebani dengan biaya subsidi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Ke depan APBN kita hari ini akan tetap menanggung yang namanya biaya subsidi bunga rekap obligor BLBI,” kata Hari dalam konferensi Barisan Jaringan Organisasi Kampus 98 (Bjorka 98) di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Minggu (18/9).

Namun yang disayangkan, justru angka subsidi bunga rekap bagi para orang kaya itu jauh lebih besar ketimbang nilai bantuan langsung sebagai kompensasi kenaikan harga BBM saat ini

“Nilainya tidak sebanding dengan bansos atau BLT BBM hari ini,” ujarnya.

Hari menerangkan, bahwa Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis Pertalite dan Pertamax mulai Minggu 4 September 2022. Konsekuensi dari kenaikan BBM tersebut kata Hari, pemerintah telah menganggarkan kepada 20,65 juta masyarakat berupa bansos BBM sebesar Rp24,17 triliun dalam APBN 2022 yang jumlahnya Rp3.106,4 triliun.

Namun jika dibandingkan dengan subsidi bunga rekap Obligor BLBI, nilai bansos BBM tersebut ternyata tidak setara yakni hanya 0,8% dari APBN 2022 menyalurkan kepada masyarakat untuk bansos BBM, sedangkan subsidi APBN 2022 menyumbang 1,98% sebesar Rp50-60 triliun digunakan untuk pembayaran bunga rekap Obligor BLBI.

“Ini jelas adanya intoleransi dalam APBN 2022 antara 20,65 juta penerima bansos BBM dengan subsidi bunga rekap BLBI yang diberikan kepada 48 Obligor BLBI,” tandasnya.

Maka dengan adanya alokasi subsidi bunga rekap untuk obligor BLBI tersebut, dikhawatirkan dana alokasi untuk kepentingan subsidi rakyat akan semakin tipis.

“Jika Pemerintah cinta rakyat lebih baik pertahankan subsidi BBM untuk rakyat dari pada mensubsidi oligarki Obligor BLBI,” pungkasnya.