HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki institusi Polri.
Pertama, meminta Presiden melakukan pengawasan di lembaga kepolisian untuk memastikan tidak adanya pelanggaran HAM.
“Yang pertama, kami meminta untuk melakukan pengawasan atau audit kinerja dan kultur kerja di kepolisian republik indonesia untuk memastikan tidak terjadinya penyiksaan, kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya,” kata Taufan Damanik di Kemenko Polhukam, (12/9).
Hal tersebut lantaran, banyaknya pengaduan kepada Komnas HAM terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia di dalam tubuh Polri.
“Kami sebutkan ini karena tidak semata-mata berangkat dari kasus Brigadir Joshua, tapi juga data-data pengaduan atau kasus-kasus yang kami tangani selama ini, terutama lima tahun periode dibawah kepemimpinan kami,” ucapnya.
Selanjutnya, mendesak pembentukan mekanis pencegahan dan pengawasan secara berkala untuk menangani kasus kekerasan di dalam lembaga kepolisian.
“Kedua, kami minta kepada bapak presiden untuk memerintahkan Kapolri untuk menyusun suatu mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala terkait penanganan kasus kekerasan dan penyiksaan atau pelanggaran ham lainnya yg dilakukan oleh anggota polri,” jelasnya..
Kemudian, adanya pengawasan secara bersama dengan Komnas HAM terhadap kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
“Yang ketiga, melakukan pengawasan bersama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terhadap berbagai kasus-kasus kekerasan, penyiksaan, atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh anggota polri,” tuturnya.
Adapun, proses dibentuknya direktorat pelayanan perempuan dan anak didalam institusi Polri agar dipercepat.
“Keempat mempercepat proses pembentukan direktorat pelayanan perempuan dan anak di polri,” tegas Taufan
Terakhir, Taufan merekomendasikan agar alat kelengkapan pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) segera disediakan.
“Memastikan infrastruktur untuk pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual termasuk kesiapan kelembagaan dan ketersediaan peraturan pelaksanaannya,” lanjutnya.