HOLOPIS.COM, JAKARTA – Puluhan orang tewas pada tragedi berdarah di Tanjung Priok 38 tahun yang lalu tepat di tanggal ini, 12 September.

Peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia ini terjadi di tahun 1984 yang berawal dari aksi demonstrasi berujung kerusuhan di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kerusuhan  yang terjadi pada masa orde baru ini disebabkan cekcok Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan warga.

Babinsa saat itu meminta warga mencopot spanduk dan brosur yang tidak berlafalkan Pancasila, ketika itu pemerintahan orde baru melarang paham-paham anti Pancasila.

Namun dalam dua hari spanduk-spanduk itu tidak juga dicopot oleh warga. Babinsa Sersan Satu Hermanu akhirnya mencopot spanduk itu dan langsung masuk ke dalam masjid.

Amarah warga tersulut saat diketahui petugas Babinsa yang melakukan pencopotan spanduk tersebut tidak melepas alas kaki saat masuk ke dalam Masjid Baitul Makmur.

Warga yang berang kemudian berkumpul di masjid. Namun, pengurus Masjid Baitul Makmur, Syarifuddin Rambe, Sofwan Sulaeman, dan Ahmad Sahi mencoba menenangkan warga.

Kendati demikian, warga yang sudah tersulut emosi membakar sepeda motor petugas Babinsa. Alhasil, Syarifuddin, Sofwan, Ahmad, dan warga yang diduga membakar motor, yakni Muhammad Nur, ditangkap aparat.

Satu hari sebelum tragedi terjadi yaitu tanggal 11 September, warga meminta bantuan tokoh masyarakat setempat yakni Amir Biki untuk menyelesaikan permasalahan ini, Amir Biki dan sejumlah warga mendatangi Komando Distrik Militer (Kodim) Jakarta Utara untuk meminta agar jemaah dan pengurus masjid dilepaskan, dan permintaan ini tak ditanggapi.

Amir Biki pun memberi ultimatum kepada aparat untuk melepaskan keempat jamaah yang ditahan dan segera diantar ke mimbar sebelum pukul 23.00 WIB, jika tak dituruti, Amir dan massa akan mendatangi Kodim.

Dan tuntutan itu tak juga dipenuhi. Amir pun membagi massa menjadi dua kelompok untuk bergerak masuk menuju Kodim dan Polsek, namun saat masa berdatangan massa mendapat hadangan aparat militer bersenjata lengkap.

Situasi semakin memanas saat massa menuntut pembebasan. Saat itulah aparat melancarkan sejumlah tembakan, korban jiwa pun berjatuhan, sejumlah warga disekap dan siksa oleh aparat.