HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga 3 (tiga) jenis bahan bakar minyak (BBM), yakni Pertalite, Solar subsidi hingga Pertamax per 3 September lalu.
Kebijakan kenaikan harga BBM tersebut menuai berbagai tanggapan dari sejumlah kalangan masyarakat, salah satunya datang dari Pakar Ekonomi yang sekaligus Dosen di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Arin.
Melalui tulisannya di laman resmi UM Surabaya, Arin menyampaikan bahwa kenaikan harga 3 jenis BBM, khususnya BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar subsidi akan berdampak langsung bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
“Kenaikan harga BBM sekitar Rp 2.500 akan sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya, dampak dari kenaikan harga BBM ini akan mengakibatkan banyak hal,” tutur Arin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/9).
Arin mengatakan, kebijakan terkait kenaikan harga BBM tersebut berpotensi menimbulkan sejumlah dampak buruk. Pertama yakni penurunan daya beli masyarakat dalam jangka pendek karena adanya income effect atau efek pendapatan yang mengalami penurunan.
Dia menuturkan, beban dari income effect masinng-masing masyarakat akan berbeda-beda, tergantung dari kelas pendapatan rumah tangga. income effect ini, lanjut Arin, akan sangat terasa oleh kelompok rumah tangga terbawah/miskin yang tidak memiliki ruang yang cukup untuk menghadapi masalah cashflow jangka pendek.
“Kedua secara simultan kenaikan harga BBM akan menaikkan harga-harga bahan pokok lain yang tentu memberatkan bagi masyarakat menengah ke bawah yang masih dalam proses pemulihan ekonomi setelah terdampak adanya pandemic Covid-19,”imbuhnya.
Dampak ketiga menyangkut peningkatan angka pengangguran. Sebab pada dasarnya, BBM merupakan bahan dasar operasional perusahaan, dengan adanya kenaikan harga tersebut, maka beban biaya produksi pun akan semakin membengkak.
Untuk pertimbangan efisiensi produksi, maka pilihan yang harus diambil perusahaan adalah menghentikan proses perekrutan karyawan baru hingga terpaksa pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
“Keempat, dengan meningkatnya angka pengangguran, maka akan berujung pada peningkatan juga tingkat kemiskinan Indonesia,”imbuhnya lagi.
Arin menjelaskan data BPS per Maret 2022 menunjukkan garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 atau menjadi sekitar Rp 505.469.
“Sehingga tidak salah jika kondisi-kondisi yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM mendorong timbulnya permintaan akan kebijakan kompensasi, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) maupun BSU (Bantuan Subsidi Upah) sebagai bentuk kompensasi atas kenaikan harga BBM,”katanya
Sementara, menurut Arin bagi kelas menengah atas, kenaikan harga BBM tidak memberikan dampak signifikan, namun mereka tetap mengalami penurunan disposable income atau pendapatan yang siap dibelanjakan.