HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menemukan adanya unsur pelanggaran HAM dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Polisi Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Meski begitu, dia memastikan bahwa kasus tersebut tidak termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat, melainkan hanya pelanggaran HAM biasa. Sehingga, kata dia, hanya bisa dibawa ke pengadilan pidana saja.

“Ini kan bukan pelanggaran HAM yang berat (gross violations of human rights) atau disebut sebagai state crimes. Jadi, meskipun tetap merupakan pelanggaran HAM, mestinya dibawa ke pengadilan pidana,” kata Taufan kepada wartawan, Jumat (26/8).

Dia menyebut, kasus yang diduga diotaki oleh mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo itu termasuk ke dalam unlawful killing atau pembunuhan oleh aparat di luar hukum.

Unlawful killing kejahatan pidana berat sebetulnya, tapi tidak masuk state crime. Walaupun ini aparatur negara, ini beberapa orang yang melanggar aturan saja,” katanya.

Taufan kemudian menyamakan kasus tewasnya Brigadir J dengan kasus tewasnya laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Keduanya, kata dia, bukan merupakan kasus pelanggaran HAM berat.

“Ini sama juga, mengapa dulu kasus Km 50 tidak kami simpulkan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat. Karena tidak ditemukan unsur state crime di dalamnya. Karena itu, kami sebut unlawful killing,” ucapnya.

Seperti diketahui kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada pada Jumat (8/7) lalu.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi.

Mereka diketahui dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP. Kelima tersangka terancam hukuman maksimal, yakni hukuman mati.