HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua SETARA Institute, Hendardi, mengatakan bahwa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan era paling lemah dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Dari seluruh jejak advokasi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, tampak Presiden Jokowi-lah yang paling lemah secara kepemimpinan,“ kata Hendardi, Senin (22/8).

Selanjutnya, Hendardi menilai ada rencana pengampunan masal terhadap pelaku pelanggaran HAM dengan membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

“Sehingga ide dan rencana pemutihan pelanggaran HAM bisa diakomodasi dan menjadi kebijakan Presiden,” lanjutnya.

Kemudian, terdapat klaim pemerintah tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dapat diselesaikan secara sejajar, dinilai sebagai bentuk upaya untuk melemahkan pihak kontra atas Keppres Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

“Klaim bahwa jalan yudisial masih bisa dijalankan secara paralel adalah kosmetik politik yang ditujukan untuk melemahkan penentangan atas ide Keppres ini,” ucapnya.

Tak hanya itu, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial sama saja menganggap kasus ini sudah selesai, Hendardi menilai pilihan penyelesaian secara hukum atau tidak merupakan opsi terakhir.

“Judul Keppres saja penyelesaian non-yudisial, maka peristiwa pelanggaran HAM berat itu dianggap sudah selesai. Seharusnya, pilihan yudisial atau non yudisial ini adalah produk akhir setelah sebuah komisi yang mengungkap kebenaran pelanggaran HAM berat selesai bekerja,” jelasnya.

“Bukan sejak awal ditetapkan jalur non yudisial, karena itu artinya menegasikan jalan keadilan yang lebih objektif, yakni jalur yudisial,” sambungnya.

Sementara itu, Hendardi memaklumi posisi Menko Polhukam Mahfud MD dan Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani yang harus berpihak pada keputusan Presiden.

“Posisi Mahfud MD dan Jaleswari Pramodhawardani dapat dipahami dan sudah seharusnya membela produk kerja Presiden Jokowi, sekalipun itu berpotensi memanipulasi keadilan,” pungkasnya.