Sabtu, 21 September 2024
Sabtu, 21 September 2024

LBH Makassar Nilai Penegak Hukum Main-main di Kasus Kekerasan Anak

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai putusan hukuman 6 bulan kepada Bripka U yang menodongkan senjata api kepada anak usia 13 tahun, mencerminkan ketidak-seriusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menangani kekerasan pada anak.

“Tuntutan 6 bulan penjara bagi terdakwa juga menunjukkan penuntut umum tidak melihat kekerasan terhadap anak sebagai persoalan serius sehingga perlu dijatuhi sanksi tegas,” kata LBH Makassar dalam keterangannya, seperti dikutip Kamis (18/8).

Menurut LBH Makassar, posisi terdakwa sebagai anggota kepolisian seharusnya dapat memenuhi pemberatan pasal 52 KUHP.

“Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga,” bunyi pasal tersebut.

Akan tetapi, pada persidangan, jaksa penuntut umum tidak mempertimbangkan pasal tersebut. Bahkan, tuntutannya tidak menyentuh setengah dari ancaman maksimal.

“Namun dalam tuntutannya penuntut umum tidak menyertakan ketentuan tersebut. Tuntutan 6 bulan penjara penuntut umum bahkan jauh dari ancaman pidana maksimal tindak pidana yang didakwakan,” sebut LBH Makassar.

Dalam pasal 80 (1) Jo 76C Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa bagi pelaku kekerasan terhadap anak ancaman pidananya paling lama 3 tahun 6 bulan.

Selanjutnya, pada persidangan yang digelar sebelumnya, Hakim dan jaksa penuntut umum menggunakan atribut yang lengkap sehingga tidak sesuai dengan pasal 22 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

“Sebelumnya dalam sidang tanggal 19 Juli 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi Hakim dan penuntut umum masih menggunakan atribut lengkap,” lanjut keterangan tersebut.

Dalam pasal 22 UU Nomor 11 tahun 2012 berbunyi “Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan“.

Berdasarkan undang-undang tersebut, lembaga swadaya masyarakat itu menilai, terdapat penyimpangan aktor penegak hukum sehingga akan menjadi landasan pengajuan pemantauan sidang kepada Komisi Yudisial.

“Penyimpangan atas ketentuan ini pun menjadi dasar pengajuan pemantauan sidang oleh Komisi Yudisial,” jelas LBH Makassar.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

Rekomendasi

berita Lainnya
Related

Kompolnas Apresiasi Polri Dalam Menangkap Pelaku Pembunuh Gadis Penjual Gorengan 

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional atau kompolnas, memberikan...

Tawuran di Bekasi Tewaskan Seorang Remaja

HOLOPIS.COM, BEKASI - Seorang remaja berinisial  WS tewas terkena...

KPK Dalami Penempatan Dana Taspen ke Sejumlah Sekuritas

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap penempatan...
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru