HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut bahwa keberadaan Irjen Pol Ferdy Sambo di Mako Brimob Kelapa Dua Depok adalah dalam kapasitas pemeriksaan pelanggaran etik tingkat berat.
Pelanggaran etik ini menurut Sugeng masih dalam kaitannya dengan kasus meninggalnya sang ajudan dan sopir pribadi Putri Candrawathi, Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Penempatan Ferdy Sambo di Mako Brimob adalah untuk melancarkan proses pemeriksaan Irsus maupun Timsus,” kata Sugeng dalam keterangannya, Minggu (7/8).
Di mana di dalam pelanggaran etik ini, mantan anak buar Brigjen Pol Krishna Murti itu diduga terlibat di dalam penghilangan barang bukti (barbuk) yang membuat Brigadir J tewas.
“Pemeriksaan saat ini diketahui adalah terkait dgn pelanggaran kode etik berat yaitu merusak TKP dan menghilangkan barang bukti, pistol, proyektil, dan lain-lain,” ujarnya.
Praktisi hukum ini menilai, pelanggaran yang dialamatkan kepada Ferdy Sambo berpotensi membuatnya keluar dari keluarga besar Polri.
“Untuk pelanggaran kode etik Ferdy Sambo dapat dipecat,” ucapnya.
Tidak hanya sekedar dipecat dari korps Bhayangkara, Sugeng juga menyebut pelanggaran etik berat ini juga berujung pada konsekuensi pidana.
“Dalam pelanggaran kode etik tersebut juga termasuk perbuatan pidana, yaitu melanggar pasal 221 KUHP juncto pasal 233 KUHP dengan ancaman 4 tahun (penjara),” tandasnya.
Lebih lanjut, dugaan pasal berlapis juga bisa dijeratkan kepada jenderal polisi bintang dua itu. Yakni dalam kaitan pengambilan CCTV.
“Bahwa bila terdapat juga perbuatan menyuruh mengambil CCTV yang bukan miliknya, maka dapat juga dikenakan pasal 362 KUHP juncto pasal 56. Ancamannya 5 tahun. Sehingga bisa ditahan untuk kepentingan menunggu pemeriksaan perkara pokok matinya Brigpol Yosua yang diusut dengan pasal pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56 KUHP,” sambungnya.