HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat menyebut tekanan hiperinflasi atau inflasi tinggi terus membayangi ekonomi Indonesia.
Bahkan pria yang juga menjabat Kepala Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta itu menyampaikan bahwa kondisi hiperinflasi tersebut diprediksi akan terjadi pada September 2022 mendatang.
“Hari-hari kedepan ekonomi makin terasa berat. Kini ekonomi dihantui tekanan hyperinflasi yang akan terjadi mulai bulan September 2022,” kata Achmad dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8).
Untuk menghadapi hal tersebut, pemerintah perlu melakukan 3 hal diantaranya adalah memperkuat fiskal APBN terutama menghimpun penerimaan negara yang tinggi dan sustainabel.
Penerimaan tersebut, kata dia, dapat digunakan sebagai dana buffer manakala jumlah orang miskin meningkat drastis saat inflasi tinggi terjadi. Sebab menurutnya, inflasi dan kemiskinan merupakan dua hal yang berkorelasi positif.
“Sejak pandemi, ekonom menemukan korelasi yang sangat kuat antara inflasi dan kemiskinan,” tuturnya.
“Bila penerimaan cukup kuat, negara bisa memberikan tambahan bansos agar daya beli kelompok miskin tidak tergerus drastis,” tambahnya.
Kemudian langkah lainnya yang harus dilakukan pemerintah adalah mengendalikan impor, khususnya sektor pangan dan energi.
Menurutnya, semakin tinggi impor Indonesia atas barang-barang di sektor pangan dan energi, justru akan memperburuk tingkat inflasi di Tanah Air.
“Melalui impor, harga makanan dan harga energi akan sangat mahal karena mengikuti harga dunia yang mengalami kenaikan tinggi akibat konflik ukraina-rusia dan krisis energi di Uni Eropa,” ungkapnya.