HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebutkan bahwa beberapa pejabat tinggi TNI dan Polri harus bertanggung-jawab atas pelanggaran HAM berat di peristiwa Paniai 2014, termasuk diantaranya Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Jenderal Polisi (Purn) Sutarman.

“Meminta pertanggungjawaban dari petinggi TNI dan Polri masa itu menjadi penting dalam konteks pertanggungjawaban komando dan pengawasan atas pelanggaran HAM yang terjadi pada 7 – 8 Desember di Paniai, Papua,” tulis KontraS melalui akun Twitter @KontraS, seperti dikutip (28/7).

Mengacu pada hukum internasional, seharusnya seseorang yang memberikan komando dan melaksanakannya harus bertanggung-jawab atas kejahatan yang terjadi.

“Padahal, hukum dan standar internasional menegaskan, bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang melakukan langsung tindak kejahatan harus dibawa ke muka pengadilan,” jelasnya.

Menurut organisasi pejuang HAM itu, selain Moeldoko dan Sutarman, ada beberapa nama lainnya yang terlibat, meliputi Irjen Polisi (Purn) Yotje Mende, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Paulus Waterpauw, AKBP Daniel Prionggo, dan Mayjen TNI (Purn) Fransen G. Siahaan.

KontraS menilai, penetapan tersangka tunggal (IS) pada peristiwa Paniai 2014 oleh Kejaksaan Agung terasa janggal. Padahal, seharusnya ada beberapa nama lainnya yang harus dimintai pertanggungjawaban.

“Dakwaan yang hanya mengungkap satu terdakwa adalah bentuk ketidakmampuan sekaligus ketidakmauan untuk mengusut tuntas dengan membawa siapapun aktor yang terlibat dalam Peristiwa Paniai yang menewaskan sedikitnya 4 orang dan 21 orang luka-luka,” ujarnya.

Sebagai informasi, peristiwa Paniai 2014 merupakan penembakan dan penganiayaan aparat penegak hukum terhadap masyarakat sipil di Paniai, Provinsi Papua, hingga menewaskan 5 orang dan puluhan lainnya terluka.