HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mohammad Mahfud MD mengingatkan kepada sahabatnya, yakni Muhammad Said Didu agar ke depan lebih banyak membaca terlebih dahulu sebelum mencak-mencak memberikan komentar yang berujung pada tendensiusitas negatif.

“Pak Didu, kalau mau komentar baca dulu ya. Anda selalu salah,” kata Mahfud MD, Rabu (27/7).

Ia pun memberikan pemahaman tentang statemennya soal islamofobia. Benar apa yang dikatakannya bahwa negara dalam hal ini pemerintah tidak sama sekali islamofobia seperti yang ditudingkan banyak kalangan, khususnya kelompok basis kanan. Di mana pemerintah tidak anti atau takut terhadap Islam dalam konteks tekstual maupun substansial.

“Saya bilang kalau yang dimaksud Islamophobia itu kebencian dan ketakutan Pemerintah terhadap Islam maka itu tidak ada,” ujarnya.

Bukti dari ucapannya itu adalah, saat ini tidak ada umat Islam yang dibatasi ruang sosial, politik dan budayanya karena latar belakang keislamannya. Termasuk semua instrumen pemerintah pun sangat terbuka dengan semua umat agama termasuk Islam.

Kondisi ini yang ditekankan Mahfud, bahwa pemerintah tidak sedang islamofobia seperti yang ditudingkan selama ini.

“Wong umat Islam di Indonesia sudah bebas masuk dalam berbagai lapangan polsosbud (politik, sosial, budaya) dan institusi-institusi Islam tumbuh pesat,” jelasnya.

Jika pun ada islamofobia, konteksnya bukan dilakukan oleh pemerintah atau negara. Akan tetapi antar masyarakat dan kelompok sosial dengan sesama kelompok sosial yang ada. Salah satunya adalah sebutan bahwa pengguna celana cingkrang maupun yang bercadar adalah kelompok teroris dan intoleran.

“Kalau orang bilang celana cingkrang, cadar itu kearaban (condong budaya arab -red) dan kadrun, itu yang bilang bukan Pemerintah tapi kelompok orang terhadap kelompok lain,” tandasnya.

Jika konteks itu dinilai sebagai bentuk dari islamofobia, maka Mahfud menekankan bahwa yang terjadi di masyarakat bukan sekedar islamofobia, akan tetapi ada pula kristenfobia, hindufobia dan sebagainya.

“Kalau itu dianggap Islamofobia, maka ada juga dong Kristenfobia, Hindufobia, Katolikfobia. Ada orang yang mengejek ritual Hindu, ada isu Kristenisasi.
Ada yang bilang di salib ada jin kafir,” paparnya.

Pun demikian, Mahfud menggarisbawahi jika konteks islamofobia bukan dari sisi pemerintah, sehingga statemen bahwa pemerintah tidak islamofobia ini terafirmasi.

“Itu bukan fobia negara, tapi pernyataan orang. Yang bilang kadrun, cadar, Arab itu misalnya Abu Janda, bukan Pemerintah,” ucapnya.

“Jadi kalau dari orang ke orang secara privat fobia, itu tertuju terhadap semua agama. Tapi Pemerintah tidak benci, tidak takut, tidak fobi terhadap Islam,”