HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ombudsman RI menegaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah melakukan kesalahan cukup fatal saat melakukan pengangkatan pejabat kepala daerah.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, salah satu maladministrasi tersebut ketika Kemendagri melakukan pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari unsur anggota Polri/TNI aktif.
“Anggota Polri/TNI aktif pada prinsipnya hanya dapat menduduki jabatan sipil pada 10 instansi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN),” kata Robert, Selasa (19/7).
Penunjukan TNI atau Polri untuk menjabat di luar posisi tersebut seharusnya mengacu pada aturan lengkap dalam UU TNI dan UU ASN mengenai status kedinasan.
Robert mengatakan dalam penunjukan kepala daerah dari anggota Polri/TNI aktif, Kemendagri harus mengajukan surat permohonan ke instansi tempat ia bertugas.
Ketentuan itu diatur dalam Perpol Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Namun, kata Robert, dalam pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman terhadap Kepala Badan Bidang Pembinaan Hukum TNI, diketahui bahwa dalam pengangkatan prajurit TNI aktif, pihak TNI tidak pernah mengusulkan calon penjabat kepala daerah. Selain itu, tambah dia, pihak TNI mengaku tidak dilibatkan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
“Biasanya, kalau ada penugasan prajurit aktif, maka pihak TNI itu dimintakan dan kemudian akan berkoordinasi,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ombudsman pun memberikan rekomendasi kepada Kemendagri perlu memperbaiki pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif.
Robert menyampaikan bahwa Ombudsman RI telah menyerahkan laporan hasil akhir dan rekomendasi tindakan korektif itu kepada Kemendagri melalui Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, di Kantor Ombudsman RI.
“Ombudsman memberikan kesempatan selama 30 hari bagi Kemendagri untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut,” tegasnya.