HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut negara membutuhkan dana sekitar Rp3.500 triliun untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang terus bertambah.
Di sisi lain, Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC), yakni sebesar 314 juta ton CO2 (karbon dioksida) pada 2030.
Hal itu disampaikan dalam Side Event Presidensi G20 bertajuk ‘Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia‘ di Bali, Rabu (13/7).
“Jadi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk terus meningkatkan produksi listrik sekaligus mengurangi emisi CO2 sebesar 314 juta ton? Ini adalah biaya mengejutkan US$243 miliar,” ungkap Sri Mulyani.
“Dana US$243 miliar hanya listrik. Saya akan menerjemahkan ini Rp3.500 triliun,” lanjutnya.
Wanita yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meyampaikan, bahwa dana yang dibutuhkan untuk menurunkan dan memenuhi produksi listrik itu lebih tinggi dari target belanja negara yang telah ditetapkan pada APBN 2022, yang hanya sebesar Rp3.106 triliun.
“APBN kita sekitar Rp3.000 triliun. Ini perlu dana besar yang perlu dimobilisasi,” terangnya.
Dengan demikian, kata Ani sapaan akrabnya, pemerintah membutuhkan bantuan untuk bisa mencapai target NDC. Misalnya, peran swasta ikut turun tangan menggelontorkan dana untuk memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi karbon di dalam negeri.
Tak hanya kepada swasta, Bendahara negara juga meminta bantuan kepada negara lain untuk turut membantu Indonesia dalam menutup kebutuhan biaya memproduksi listrik sekaligus mengurangi emisi di Indonesia.
“Kami ada estimasi biaya segini, alokasi dana dari pemerintah segini, kami bilang ini ada financing gap. Ini siapa yang bayar? Kalau tidak ada yang mau bayar maka akan diskusi terus. Ini bicara tentang proyek yang biayanya mahal,” jelasnya.