HOLOPIS.COM, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi akan ada lebih banyak negara berkembang yang menyusul krisis ekonomi Sri Lanka hingga bangkrut. Dalam laporan Crisis Response Group yang dirilis, PBB menyebut dua negara berkembang di Asia Tenggara yang rentan ekonominya karena terlilit utang, serta kenaikan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina.
Perekonomian Laos mengalami tekanan sejak terjadi covid-19. Saat ini, semakin parah akibat ditambah tekanan perang antara Rusia dan Ukraina.
Senasib dengan Sri Lanka, Laos juga mengalami lonjakan utang yang mengakibatkannya harus mengemis restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar AS.
Keterpurukan ekonomi Laos bertambah parah karena cadangan devisanya yang makin menipis dan hanya mampu membiayai kurang dari dua bulan impor. Mata uangnya pun jatuh 30 persen yang memperburuk kesengsaraan negara itu.
Inflasi di Laos juga melonjak sebesar 9,9 persen (year on year) pada April 2022. Berdasarkan Tradingeconomics, inflasi Laos adalah lonjakan tertinggi kedua di antara negara ASEAN lainnya.
Selain Laos, ekonomi Myanmar juga terguncang. Biang keladinya, ketidakstabilan politik Myanmar, terutama seusai aksi kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Myanmar pun dihujani sanksi dari negara Barat, seperti penarikan bisnis secara besar-besaran dari negara mereka oleh korporat raksasa.
Ekonomi Myanmar terkontraksi minus 18 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini.
Lebih dari 700 ribu orang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena konflik bersenjata dan kekerasan politik yang terjadi.
Situasi di Myanmar semakin tak terkendali. Bahkan, Bank Dunia enggan mengeluarkan proyeksi untuk Myanmar pada 2022-2024.
Saat ini, Myanmar merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di antara negara ASEAN. Inflasinya tercatat 13,82 persen pada Januari 2022, lebih tinggi dibanding posisi Desember 2021 yang sebesar 12,63 persen.