HOLOPIS.COM, JAKARTA – Maraknya lembaga Filantropi yang mengumpulkan sumbangan mengatasnamakan kemanusiaan di Indonesia dinilai tidak lepas dari kesalahan pemerintah.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, pemerintah lamban dalam bertindak untuk membantu masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan dikarenakan faktor rumitnya birokrasi.
“Hal ini berbanding terbalik dengan lembaga-lembaga filantropi yang terkesan cepat tanggap dalam menyalurkan bantuan tanpa membutuhkan proses birokrasi yang panjang,” kata Bivitri dalam sebuah diskusi (9/7).
Dengan kelemahan seperti itulah kemudian pada era Presiden Abdurrahman Wahid Kementerian Sosial dibubarkan oleh beliau dengan alasan Kementerian tersebut tidak akan sanggup menyaingi kecepatan inisiatif masyarakat dalam membantu sesama.
Sampai saat ini saja kemudian pemerintah juga terlihat tidak siap terhadap besarnya potensi dana donasi masyarakat yang suatu saat dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Ketidaksiapan pemerintah, menurut Bivitri, tercermin dari kinerja Kementerian Sosial yang menterinya masih saja tersandung kasus korupsi. Selanjutnya ketiadaan data valid yang dimiliki oleh pemerintah terkait jumlah penduduk miskin yang harus dibantu.
“Dengan ketiadaan data tersebut pemerintah tidak bisa mengklasifikasikan bantuan apa yang harus diberikan yang mengakibatkan metode penyaluran bantuan terkesan kuno sehingga menimbulkan celah korupsi” tegasnya.
Belajar dari kasus penggelapan dana umat oleh lembaga Filantropi ACR, Bivitri berharap ini dapat dijadikan sebagai momentum perbaikan terhadap regulasi yang selama ini berlaku.