HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta mengatakan bahwa pihak yang paling bisa menghalau politisasi agama dan identitas, khususnya di dalam pemilu 2024 mendatang adalah para penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Ini harus kita dorong ke pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk membuat aturan tegas jika ada pihak-pihak yang menggunakan politik identitas yang bisa berdampak pada muncul polarisasi dan sebagainya,” kata Stanislaus Riyanta dalam diskusi online, Kamis (7/7).

Ia menekankan bahwa siapapun tidak bisa menghentikan politisasi agama dan identitas. Bahkan sosialisasi dan diskusi sebanyak apapun tidak akan sanggup, karena praktik di lapangan, politisasi negatif tersebut cenderung dilakukan oleh elite terlebih dahulu.

“Kalau ini tidak dilakukan, maka kita diskusi ribuan kali akan percuma, tidak ada gunannya,” tegasnya.

Sebab politisasi agama muncul

Kemudian, alumni Universitas Indonesia (UI) tersebut mengatakan, bahwa salah satu penyebab mengapa politisasi agama muncul dan menjadi narasi yang dipakai peserta pemilu untuk merebut kemenangan, karena wujud dari kegagalan partai politik yang ada di Indonesia.

“Parpol gagal tanamkan nilai dan menciptakan kader sehingga tidak bisa memunculkan national interest. Kalau parpol bisa ciptakan kader yang berdampak national interest, saya yakin politik identitas dan politisasi agama ini tidak akan terjadi,” tuturnya.

Alasan yang lain mengapa politisasi agama juga marak terjadi karena tidak tegasnya para penyelenggara pemilu. Mereka terkesan membiarkan politisasi identitas dan politisasi agama itu berkembang biak dan menjadi bargain narasi politik yang sedang berlangsung.

“Kenapa parpol menggunakan short cut untuk politisasi agama, ya karena tidak ada sanksi hukum sama sekali, faktanya apakah KPU, Bawaslu misalnya memberikan hukuman tegas bagi mereka yang menggunakan politik identitas? tidak ada,” tandasnya.

Oleh karena itu, ia sangat berharap persoalan ini menjadi perhatian besar bagi semua pihak khususnya pemerintah dan penyelenggara pemilu, jika memang masih berkomitmen untuk menciptakan pemilu yang damai dan sejuk tanpa menghasilkan polarisasi di kalangan masyarakat seperti yang terjadi saat ini.

“Harapannya, ada aturan jelas nanti di Pemilu 2024, harus dijelaskan dan batasan-batasan ini disampaikan oleh penyelenggara pemilu. Ketegasan dan batasan itu jangan hanya sekedar ditulis, tapi diimplementasikan. Ketika ada politik identitas yang mendegradasi nilai moral dan sosial, maka hak pilih atau kepesertaannya dicabut. Harus tegas itu,” pungkasnya.