HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu), Luky Alfirman mengatakan, Indonesia membutuhkan dana setidaknya Rp6.500 triliun untuk pembangunan infrastruktur sampai tahun 2024 mendatang.
Dari kebutuhan tersebut, dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu memenuhi 42 persen saja, sedangkan sisanya bisa bersumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta.
“Maka dari itu pembiayaan adalah salah satu cara menekan biaya tersebut. Bagaimana kami bisa mendesain pembiayaan sedemikian rupa,” ujar Luky dalam Seminar Infrastructure Roundtable (IIR) ke-23 Edisi T20, Jumat (8/7).
Demi mengumpulkan dana, pemerintah terus berupaya menaikkan partisipasi sektor swasta. Sebab, kata Luky, pemerintah tidak bisa menanggung seluruh biaya pembangunan sendirian.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga terus berusaha untuk memberikan kepastian kepada calon investor, khususnya dalam negeri dengan mengelola risiko yang ada sebaik mungkin.
“Kami mendesain sedemikian rupa risiko ini, bagaimana bisa kami perkecil karena itu terasosiasi dengan harga yang harus kami bayar nantinya,” ucap dia.
Sementara untuk investor luar negeri, kata Luky, biasanya akan cenderung melihat kondisi politik hingga prospek ekonomi Indonesia sebelum memutuskan berinvestasi dalam suatu proyek infrastruktur di Tanah Air.
Dengan demikian, kata dia, stabilitas kondisi politik dan perbaikan ekonomi domestik sangat penting guna menarik investasi dari luar negeri.