HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wacana BPH Migas akan memperketat penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite berhasil memicu reaksi beragam dari para pengguna mobil. Mobil-mobil yang dilarang yaitu mesin di atas 2.000 cc dan sepeda motor 250 cc. Artinya mobil mesin 2.000 cc ke bawah diperbolehkan menenggak BBM Pertalite termasuk mobil harga terjangkau dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC).

Kendati demikian untuk diingat LCGC bukan produk yang didesain untuk menggunakan BBM jenis Pertalite. Sejak awal diluncurkan, LCGC direkomendasikan memakai BBM minimal RON92 atau jenis Pertamax.

Hal itu sudah tertuang dalam regulasi di antaranya adalah kapasitas mesin yang berkisar antara 980-1.200 cc untuk mengejar efisiensi 20 kilometer per liter.

Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (PPKB).

Aturan soal BBM minimal untuk LCGC bermesin bensin tertulis pada Pasal 2 ayat 2a.

Sedangkan aturan tentang penggunaan minimal bahan bakar minyak RON 92 juga tertulis dalam Peraturan Direktur Jendral Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi No. 25/IUBTT/PER/7/2013 tentang Petunjuk Teknis PPKB. Ini wajib dipenuhi produsen LCGC agar mendapat fasilitas keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dari pemerintah.

Di satu sisi penggunaan BBM jenis Pertamax untuk produk LCGC disebut ada keuntungannya. LCGC sejenis Agya, Ayla, Brio Satra, Suzuki Karimun Wagon R misalnya.

Contoh pabrikan otomotif Jepang, Toyota. Pabrikan mengklaim Agya telah mengantongi rasio kompresi di atas 10;1, dan membutuhkan bensin dengan RON 92.

Pemanfaatan BBM sesuai rekomendasi pabrikan bertujuan untuk kesempurnaan proses pembakaran di dalam ruang bakar mesin. Seperti diketahui, mesin mobil zaman now memiliki rasio kompresi yang tinggi.

Sedangkan BBM dengan nilai oktan yang lebih rendah memiliki sifat mudah terbakar, sehingga jika dipakai pada mesin modern Toyota malah akan terbakar sendiri sebelum busi memercikkan api sesuai siklus kerja mesin alias knocking. Efeknya beragam mulai dari penggunaan BBM yang tak efisien, mobil kehilangan performa sampai pada gangguan mesin seperti knocking.

Dan bila dibiarkan menggunakan BBM yang tak sesuai rekomendasi, dalam jangka panjang mesin lebih cepat kelelahan, sehingga mempercepat proses kerusakan komponen dalam mesin.