JAKARTA, JAKARTA.COM Pemerintah akan segera memberlakukan kebijakan pembelian minyak goreng (migor) curah dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau aplikasi PeduliLindungi.

Akan tetapi, kebijakan baru yang dilakukan pemerintah agar alur distribusi minyak goreng di dalam negeri dapat lebih transparan justru dinilai terlalu merepotkan, dan tidak sebanding dengan tujuan yang diharapkan.

Menurut Ekonom sekaligus Direktur of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, bahwa masyarakat memiliki hak sebagai warga negara untuk mendapatkan pasokan bahan pokok sesuai kebutuhannya. Hal ini juga berlaku untuk kebutuhba minyak goreng.

“Harusnya (proses pembeliannya) justru dibuat lebih mudah. Tidak perlu pakai aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan KTP segala, kan ini merupakan hak masyarakat. Justru dengan pembatasan ini berarti pemerintah terbukti tidak mampu mengatur minyak goreng secara menyeluruh,” ujar Bhima, Senin (27/6).

Bhima menilai, bahwa adanya aturan baru ini justru dinilai bakal terjadi migrasi dari konsumen minyak goreng non-program ke minyak goreng rakyat.

Selain itu, ia juga menilai bahwa kebijakan baru ini akan merepotkan para pedagang. Sebab, pedagang harus menjelaskan cara membeli lewat aplikasi atau menunjukkan KTP.

“Kalau pemerintah ingin program migor subsidi, langsung saja ke penerima bantuan dengan data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) atau bagi UMKM penerima BPUPM. Sinkronisasi data tidak perlu pakai PeduliLindungi, cukup gunakan data yang sudah ada,” papar Bhima.

Ditambah lagi, ia juga menyoroti pengguaan aplikasi PeduliLindungi pada minyak goreng rakyat dengan diwajibkannya penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Hal ni lantaran sebagian banyak masyarakat miskin memiliki aplikasi PerduliLindungi.

“Khawatirnya juga kebijakan ini justru dinikmati kelas menengah, karena mereka lebih memahami teknologi,” pungkasnya.