JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pendiri lembaga survei Cyrus Network Hasan Nasbi memprediksi Gubernur DKI Anies Baswedan tidak akan mendapatkan tiket capres pada Pilpres 2024.
Namun masih memungkinkan untuk tiket cawapres.
Hasan yakin betul dengan prediksinya. Ia bahkan sampai berani bertaruh Alphard jika prediksinya keliru.
“kalau Anies mau jadi capres berat, dari semua sisi, kalkulasi matematikanya sudah susah. Tapi kalau mau jadi cawapres masih terbuka. Boleh taruhan Alphard, boleh,” kata Hasan di diskusi daring Total Politik, dikutip Kamis (23/6).
Hasan pun membeberkan beberapa faktor yang menjadi landasan prediksinya itu, salah satunya dukungan Presiden Joko Widodo.
Hasan mengaku belum melihat adanya kode dukungan Jokowi untuk Anies nyapres. Ia memberi contoh pada momen gelaran Formula E.
Hasan berkata Jokowi memang mendatangi gelaran yang dibuat Anies itu. Namun, tak terlihat gestur yang menunjukkan adanya dukungan konkret.
Menurutnya, Jokowi datang karena formalitas dan sopan santun. Mengingat, Formula E merupakan gelaran internasional yang harus ia hadiri.
“Kalau buat Mas Anies, saya belum melihat sebenarnya gestur dukungan politik yang betul-betul, yang lebih konkret,” ucap dia.
“Formula E itu ajang internasional, aneh kalau Presiden tidak menyetujui itu, aneh kalau Presiden tak hadir ketika perhelatan itu diselenggarakan,” imbuhnya.
Selain ihwal dukungan Jokowi, Hasan juga menyentil soal politik identitas. Menurutnya, itu juga akan menjadi hambatan Anies. Terlebih, saat ini beberapa partai mulai mengklaim akan menghindari politik identitas.
Hasan menilai hal itu juga harusnya menjadi pertimbangan bagi partai yang nantinya ingin mengusung Anies. Diketahui, Anies masuk salah satu kandidat bakal capres yang diusung Partai Nasdem.
“Itu harus jadi pertimbangan betul, jangan cuma sekadar ngusung-ngusung dan segala macam. Tapi gini, secara popular vote populer, tapi baik nggak secara kualifikasi?” Imbuhnya.
Lebih lanjut, Hasan menuturkan masa jabatan Anies yang akan berakhir pada Oktober 2022, dua tahun sebelum Pilpres juga menjadi hambatan.
Pasalnya, karakteristik masyarakat Indonesia masih setengah feodal. Sehingga, ada kecenderungan lebih respek kepada orang yang masih memegang jabatan.
“Kita masih ada setengah-setengah feodalnya, itu realitas hari ini. Jadi, begitu orang punya jabatan, semua orang datang, selain minta tanda tangan, ngundang ngopi, sekadar bertamu, audiensi foto, dan segala macam,” ucap dia.
“Tapi, begitu tidak punya jabatan, jangankan mau keliling-keliling bertemu konstituen, nyari teman foto susah, nyari teman ngopi juga mulai susah, ajudan yang biasaya menyiapkan segala macam sudah nggak ada,” imbuhnya.