JAKARTA, HOLOPIS.COM Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, bahwa setelah disahkannya Revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan (RUU PPP), kini pihaknya tinggal menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk melakukan Revisi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Kita akan tunggu surpres dari presiden. Kemudian sesuai mekanisme di DPR, akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya,” kata Puan kepada wartawan di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (24/5).

Anak dari Megawati Soekarnoputri itu mengklaim, bahwa revisi UU PPP sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal metode omnibus law tak diatur dalam UU P3 sebelum direvisi.

Kemudian, ia pun berharap agar UU PPP hasil revisi dapat diimplementasikan dan memberi manfaat, khususnya dalam melakukan pembentukan regulasi ke depannya.

“Tadi juga pandangan dari pemerintah juga menyatakan bahwa ke depan ini bagaimana kemudian pembahasan UU P3 ini bisa langsung dilaksanakan dengan menghormati keputusan MK, sehingga nanti pelaksanaannya itu memang bisa berjalan dengan baik di lapangan,” ujarnya.

Sebelumnya, DPR mengesahkan RUU P3 dalam rapat paripurna ke-23 masa sidang V tahun 2021-2022. Rapat paripurna digelar di gedung Nusantara II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).

Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani serta didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus, Rachmat Gobel, dan Sufmi Dasco Ahmad.

Perwakilan pemerintah yakni Menko Perekonomian Ad Interim Sri Mulyani turut hadir dalam rapat paripurna ini. Laporan terkait hasil pembahasan tingkat satu dibacakan oleh pimpinan Baleg DPR M Nurdin.

Revisi UU PPP sendiri sempat menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menganggap revisi UU P3 itu akal-akalan DPR belaka.

“Revisi Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai upaya justifikasi boroknya UU Cipta Kerja,” kata Direktur YLBHI M Isnur dalam siaran pers kepada wartawan, Minggu (10/4).

Menurut YLBHI, revisi UU P3 merupakan upaya DPR dan Pemerintah untuk menyiasati UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Siasat ini untuk memberikan justifikasi terhadap UU Cipta Kerja

Meski menuai kritik, pembahasan revisi UU PPP tetap dilanjutkan hingga akhirnya disahkan menjadi UU.

Di sisi lain, Presiden Partai Buruh Said Iqbal sudah mengeluarkan reaksinya atas disahkannya RUU PPP tersebut.

Ada 3 langkah yang akan diambil dalam waktu dekat, mulai dari aksi unjuk rasa sampai rencana menguji RUU PPP melalui meja hijau.

  1. Melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 8 Juni 2022 yang melibatkan puluhan ribu buruh di DPR RI. Dan secara bersamaan aksi dilakukan serempak di puluhan kota industri lainnya yang dipusatkan di Kantor Gubernur.

  2. Mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Mei 2022 tentang revisi UU PPP tersebut.

  3. Mengajak seluruh komponen buruh dan kelas pekerja lainnya untuk melakukan aksi besar-besaran 3 hari berturut-turut untuk menolak dibahasnya kembali omnibus law UU Cipta kerja yang tanggal aksinya akan ditentukan kemudian.