JAKARTA, HOLOPIS.COM – Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, memperingatkan ancaman kekurangan pangan di tengah krisis ekonomi dan politik yang terus memburuk akibat salah urus negara oleh pemerintah sebelumnya. Sri Lanka terancam mengalami krisis pangan menyusul kekurangan pupuk di musim tanam selama Mei-Agustus ini.

Kekurangan pupuk terjadi setelah tahun lalu Presiden Gotabaya Rajapaksa melarang penggunaan semua pupuk kimia secara drastis. Hal itu membuat hasil panen di Sri Lanka berkurang drastis meski kini pemerintah telah mencabut larangan itu.

“Meskipun mungkin tidak ada waktu yang cukup untuk mendapatkan pupuk untuk musim Yala (Mei-Agustus) ini, langkah-langkahs edang diambil untuk memastikan stok yang cukup untuk musim Maha (September-Maret),” kata Wickremesinghe melalui kicauan di Twitter pada pekan lalu.

“Saya benar-benar mendesak semua orang untuk menerima kegawatan situasi saat ini,” ucap PM yang baru resmi menjabat pertengahan Mei lalu itu menambahkan.

Selain ancaman krisis pangan, Sri Lanka saat ini tengah menghadapi kekurangan devisa, bahan bakar, hingga obat-obatan yang memicu semakin lambatnya aktivitas ekonomi negara itu.

“Tidak ada gunanya berbicara tentang betapa sulitnya hidup ini,” kata A.P.D Sumanavathi, seorang warga yang menjual buah dan sayuran di pasar Pettah, Kolombo, kepada Reuters.

“Saya tidak bisa memprediksi bagaimana keadaannya dalam dua bulan, jika situasi seperti ini terus mungkin dua bulan ke depan kita bahkan sudah tidak ada di sini,” ucapnya.

Di dekat pasar Pettah, antrean panjang mengular terlihat di depan sebuah toko yang menjual tabung gas. Meski harga BBM dan gas melambung tinggi, warga masih berburu gas demi bisa memasak dan berdagang.

“Hanya sekitar 200 silindir yang dikirim, padahal yang mengantre ada sekitar 500 orang,” kata seorang sopir paruh waktu, Mohammad Shazly.

Shazly bercerita ini hari ketiganya mengantre gas agar sang istri di rumah bisa memasak.

“Tanpa gas, tanpa minyak tanah, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Pilihan terakhir apa? Tanpa makanan kita akan mati, itu akan terjadi 100 persen,” papar Shazly.