Holopis.com JAKARTA, HOLOPIS.COM Polri menuding lemahnya partisipasi masyarakat dalam mengatasi peredaran uang palsu menjadi kendala besar mereka dalam memberantasnya.

Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, Sebagian besar warga ketika mengetahui atau bahkan menjadi korban peredaran uang palsu, enggan melapor ke Polri.

“Bahkan ketika masyarakat menjadi korban justru meneruskan peredaran rupiah palsu, yaitu kembali diam-diam menukarkan kembali uang palsu tersebut untuk membeli barang karena tidak mau menderita kerugian yang lebih besar,” kata Whisnu, Kamis (19/5).

“Akibatnya terdapat hambatan dalam upaya deteksi dini peredaran rupiah palsu karena tidak bisa secara real time mengetahui keberadaan atau peredaran rupiah palsu tersebut,” sambungnya.

Selain itu, kata Whisnu, berdasarkan fakta pengungkapan kasus peredaran uang palsu, diketahui adanya peningkatan kasus secara signifikan dalam kurun waktu satu tahun.

Untuk perbandingan, barang bukti yang disita pada 2021 sebanyak 8.990 lembar uang palsu pecahan Rp 50 ribu maupun Rp 100 ribu, tercatat meningkat pada tahun 2022 atau hanya dalam waktu lima bulan.

Data Polri menyebut, dalam kurun waktu Januari sampai dengan April 2022 ada sebanyak 495.184 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu. Barang bukti tersebut diamankan dari jaringan peredaran uang palsu Jawa Timur dengan jumlah tersangka sebanyak tujuh orang.

Dengan maraknya peredaran uang palsu di masyarakat, Whisnu pun menjelaskan bahwa Polri saat ini akan menggunakan pendekatan teknologi untuk mengatasi kendala tersebut. Bareskrim Polri telah meluncurkan aplikasi pendeteksi uang rupiah palsu bernama I-Comreds.

“Aplikasi ini dibangun dalam rangka mengakomodir pelaporan masyarakat terkait peredaran rupiah palsu. Aplikasi I-Comreds merupakan jawaban dari keinginan masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan peredaran uang palsu khususnya rupiah,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubdit IV/MUSP Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Andri menambahkan, saat ini aplikasi I-Comreds masih diprioritaskan untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Tentunya ke depan akan terus dikembangkan dan diharapkan dapat mencakup wilayah hukum kepolisian yang ada di seluruh Indonesia,” katanya.

Andri menjelaskan, I-Comreds adalah alat pre-screening yang dioperasikan berbasis pembelajaran mesin atau machine learning dengan metode deep learning.