Minggu, 22 September 2024
Minggu, 22 September 2024

Gerakan Mahasiswa dan Hilangnya Kepercayaan Publik

Muhammad Ibnu Idris
Muhammad Ibnu Idris
Penikmat sambal matah dan sambal bajak.

Isu penundaan pemilu yang akan dihelat pada tahun 2024 dalam beberapa bulan terakhir ini menjadi catatan kritis pada perjalanan demokrasi Indonesia. Ada kecenderungan di mana isu penundaan pemilu kian menguat. Tidak hanya dilontarkan oleh elit partai politik saja, namun bahkan dari pihak pemerintahan pun secara gamblang juga mulai lantang berbicara isu penundaan pemilu. Menariknya isu ini membuat iklim demokrasi hari ini cenderung masuk dalam ruang yang tidak sehat.

Pasalnya, isu penundaan ini muncul setelah adanya kesepakatan antara KPU, Pemerintah, dan DPR. Lantas bagaimana Konsensus itu mulai direduksi oleh policy maker sendiri? Siapa yang akan diuntungkan dengan isu penundaan pemilu ini? Namun yang jelas partai politik pengusung penundaan pemilu harus dicatat tebal oleh masyarakat. Bahkan kita sebagai warga negara memiliki nilai dan hak untuk memboikot suara kita terhadap partai politik yang vokal ingin penundaan pemilu dilakukan. Mereka harus sadar bahwa rakyatlah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Bukankah konstitusi kita membatasi jabatan presiden dan wakil presiden dua kali masa jabatan?

Memburu Terorisme Konstitusi

Perpanjangan masa jabatan presiden sangat bertentangan dengan amanat konstitusi kita. Kecuali sebelumnya ada amandemen yang dilakukan dan mengatur di mana jabatan presiden bisa tiga kali periode. Namun narasi penundaan pemilu nampaknya dibangun oleh elit politik sendiri yang nampaknya mereka muak terlalu lama duduk di kursi kekuasaan. Atau jangan-jangan mereka merindukan pemboikotan suara oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan mereka tidak lagi bisa menunaikan amanat rakyat. Bukankah mereka duduk di sana sebagai mandataris rakyat? Itu yang semestinya dipikirkan oleh elit politik agar memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dengan menjunjung nilai-nilai hukum yang berlaku.

Pernyataan menarik menyikapi isu ini disampaikan oleh dosen hukum tata negara fakultas hukum Universitas Gadjah Mada yang menyebut penundaan pemilu adalah terorisme konstitusi. Hal ini karena ada upaya yang berupaya mengakali konstitusi itu sendiri. Bahkan Ketua Partai Demokrat menyebut ada permufakatan jahat. Dua peristilahan ini semakin menarik di mana penundaan pemilu yang telah disepakati merupakan proses ketidak-konsistenan yang hingga akhirnya rakyat menghendaki segera wajah-wajah pemimpin baru yang lebih konsisten terhadap konsesus. Hal ini terefleksikan bagaimana tepat pada 11 April 2022 ini gerakan mahasiswa mulai bangkit dan mengawal demokrasi ini agar terhindar dari terorisme konstitusi yang mencoba mengatak-atik konstitusi setelah konsensus dibuat.

Bangkitnya Intelektualitas Mahasiswa

Kesadaran baru mahasiswa hari ini yang membangun dan menggalang rasa solidaritas menentang status quo kekuasaan adalah bukti nyata kecintaan mereka terhadap demokrasi. Bangkitnya kesadaran mahasiswa harus dinilai dalam bingkai positif dan suatu kewajaran yang ada dalam negara demokrasi. Mereka hari ini merasa gelisah dan cemas bahkan kecewa terhadap elit politik yang hari ini berkuasa. Kegagalan negara hari ini dalam membangun rasa trust atau kepercayaan mulai mengalami pengaburan. Oleh karenanya, gerakan-gerakan kritis ini akan menjamin dan memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi yang tidak sejalan dengan semangat kontitusi perlu dikoreksi secara mendalam. Setidaknya ada peringatan bahwa mereka yang duduk di tampuk kekuasaan adalah wakil kita hari ini yang sedang melakukan gerakan masa di lapangan. Ada tanggung jawab warga negara untuk memastikan bagaimana antara negara dan yang diaturnya terikat oleh sebuah ikatan kepercayaan. Jika rakyat saja yang diatur sudah tidak percaya pada negara, lantas negara mau mengatur siapa?

Jika diamati lebih mendalam dalam beberapa bulan terakhir ini, kita sebagai warga negara termasuk gerakan intelektual sedang mengalami kejenuhan. Kita berada dalam zona yang sama, yakni jenuh melihat elit politik bermain tingkah yang hingga akhirnya membuat iklim di masyarakat tidak lagi produktif. Apalagi di saat yang bersamaan, kita semua sedang berjuang memulihkan segala lini akibat terdampak Covid-19. Namun mengapa kegaduhan ini diciptakan? Apakah mereka sedang membangun legitimasi kekuasaan? Nampaknya, elit kurang belajar tentang dinamika dan rasionalitas pemilih hari ini. Hanya dengan memboikot suara mereka dalam kontestasi pemilu, mereka tidak akan bisa duduk mewakili kita di tampuk kekuasaan.

Oleh karenanya, kartu As sebagai negara demokrasi ada di tangan kita. lantas masih beranikah isu penundaan pemilu dinarasikan kembali?

Di sisi lain, dalam gerak pemerintah saat ini nampaknya ada rasa ketakutan di mana isu penundaan pemilu memang sengaja dilakukan. Padahal isu minyak goreng, dan meningkatnya harga komoditas di bulan Ramadan barang kali jauh lebih mendesak dilakukan, namun seolah-olah itu tidak dipandang secara serius. Hingga akhirnya untuk mengingatkan elit harus dilawan dengan gerakan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Mereka membawa satu pesan mendalam bagi pemerintahan dan elit partai politik. Pesan itu adalah “Kami Tidak Lagi Percaya pada Negara”. Pesan itu juga sebenarnya mewakili seluruh rakyat Indonesia yang melihat biang keladi elit yang semakin menjadi-jadi.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

berita Lainnya
Related

Kesenjangan Komunikasi Antar Generasi

Teori generasi akhir-akhir ini semakin populer, terutama karena perbedaan mencolok antar generasi yang sering kali menyebabkan hubungan menjadi rumit dan terpolarisasi.

Apa Benar Starlink Berbahaya Bagi Indonesia ?

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Pengamat Telematika, Multimedia, AI & OCB, sekaligus Magister Kesehatan Masyarakat (Public Health) UGM Asli.

Prof Salim Said, Tokoh Pers yang Meninggal di Tengah Revisi UU Penyiaran

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Mantan Ketua 1 Korps Mahasiswa Komunikasi (1990-1991) UGM asli di Jogja.
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru