WASHINGTON, HOLOPIS.COM – Presiden Jokowi mengungkapkan isu penanganan perubahan iklim di wilayah ASEAN dan beberapa negara maju sampai dengan saat ini masih terkendala di beberapa hal.
Jokowi menyebut, setidaknya ada tiga poin penting terkait penanganan perubahan iklim. Hal tersebut diutarakannya dalam pertemuan para pemimpin negara-negara ASEAN dengan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris, di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC.
“Pembiayaan iklim yang harus terpenuhi, kerja sama transisi energi diperkuat, dan investasi di ekonomi hijau harus ditingkatkan,” kata Jokowi, Jumat (13/5).
Dalam pertemuan tersebut yang khusus membahas isu perubahan iklim, transformasi energi bersih,dan infrastruktur yang berkelanjutan, Jokowi kemudian mendorong komitmen negara maju lainnya untuk memenuhi semua komitmennya dalam pencapaian NDC (Nationally Determined Contributions) secara global.
Pasalnya, pada periode 2000-2019, ASEAN hanya memperoleh 56 miliar dolar AS atau sekitar 10 persen dari total dukungan pembiayaan iklim negara maju.
“Saya harus terus terang bahwa komitmen negara maju untuk implementasi isu pembiayaan iklim sangat rendah. Kondisi ini menjadi penghambat pencapaian NDC secara global,” ungkapnya.
Selain itu, Jokowi juga mengatakan bahwa ASEAN berkomitmen meningkatkan proporsi energi baru terbarukan dari 14 persen pada 2018 menjadi 23 persen pada 2025.
“Upaya ini memerlukan investasi dan teknologi setidaknya 367 miliar dolar (AS) di sektor energi bersih. Di Indonesia, transisi energi 8 tahun ke depan membutuhkan 30 miliar dolar (AS),” tuturnya.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi juga menyampaikan potensi besar yang dimiliki Indonesia terkait transisi energi, yaitu potensi energi terbarukan sekitar 437 gigawatt baik dari energi surya, bayu maupun panas bumi yang saat ini, pemanfaatannya baru mencapai 0,3 persen dari total potensi.
“Indonesia juga miliki potensi besar sebagai hub pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan yang akan kita butuhkan lima tahun ke depan,” ucapnya.
Sementara itu terkait investasi ekonomi hijau, Jokowi mengungkapkan potensi peluang ekonomi yang besar dalam pengembangan ekonomi hijau. Oleh karena itu diperlukan mekanisme yang mempertemukan tidak saja sektor pemerintah namun juga dunia usaha.
“Investasi di sektor infrastruktur hijau bisa menjadi unsur penting kolaborasi ASEAN-AS yang membutuhkan setidaknya 2 triliun dolar (AS) dalam 1 dekade mendatang,” pungkasnya.