JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketika seseorang sedang sakit, yang sakitnya dapat memberatkannya untuk berpuasa, atau wanita hamil dan menyusui, yang khawatir dengan keselamatan anaknya, atau seorang musafir, maka mereka diperbolehkan untuk tidak menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Namun, ibadah puasa Ramadan yang mereka tinggalkan, wajib diganti atau diqadha di luar bulan Ramadan, sesuai dengan jumlah hari puasa yang mereka lewatkan.
Puasa bayar hutang ini dapat dimulai di bulan setelah Ramadan, yaitu Syawal. Namun, di bulan Syawal sendiri ada amalan sunnah yang juga dianjurkan untuk dikerjakan. Puasa Syawal yang dianjurkan dikerjakan selama enam hari, memiliki keutamaan yang baik terlebih jika dikerjakan setelah selesai puasa Ramadan.
Qadha puasa hukumnya wajib dan kita dianjurkan untuk segera menunaikannya setelah Ramadan. Sedangkan puasa Syawal hukumnya sunnah sehingga derajatnya lebih rendah dibanding qadha puasa. Namun, puasa Syawal hanya dapat dikerjakan di bulan Syawal.
Lalu, bolehkah puasa syawal digabung dengan puasa bayar hutang?
Dikutip dari fatwa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) tentang bolehkah puasa syawal digabung dengan puasa bayar hutang, maka jawabannya “Tidak boleh melakukan puasa sunnah dengan dua niat sekaligus yaitu dengan niat qodho’ puasa dan niat puasa sunnah.”
Karena memang tidak bisa menggabungkan dua niat antara yang wajib dan yang sunnah. Seperti yang kita tahu bahwa qadha puasa Ramadan adalah hal yang wajib dan puasa Syawal adalah ibadah sunnah.
Hal ini sebagaimana salat qobliyah subuh dua rakaat yang tidak mungkin digabungkan niatnya dengan salat subuh wajib dua rakaat. Ingat pula ketika berpikir bolehkah puasa syawal digabung dengan puasa bayar hutang, bahwa amalan wajib memiliki pahala lebih besar dari amalan sunnah.
Selain permasalahan tentang bolehkah puasa syawal digabung dengan puasa bayar hutang, dilema lain yang sering membuat umat Islam bingung adalah pengerjaan antara qadha puasa dan puasa Syawal, mana yang lebih dulu. Terlebih bagi wanita yang mengalami haidh saat Ramadan sehingga mesti mengqadha puasa, dan di bulan Syawal pun kemungkinan juga bisa mendapati haidh kembali.
Dalam hal ini, para fuqoha berselisih pendapat. Ada yang mengatakan boleh untuk puasa sunnah sebelum qadha puasa, ada yang mengatakan boleh namun disertai makruh ketika mendahulukan puasa sunnah dari qadha, dan ada yang mengatakan tidak boleh mendahulukan puasa sunnah sebelum mengqadha puasa.
Namun yang perlu diketahui bahwa waktu mengqadha puasa juga amat panjang, yaitu sampai Ramadan berikutnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Kemudian ada pula hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Disebutkan jika balasan bagi orang yang berpuasa enam hari Syawal setelah bulan Ramadan sama seperti berpuasa setahun penuh. Namun untuk mendapatkan pahala puasa setahun penuh itu, Anda perlu menyempurnakan puasa Ramadan terlebih dahulu.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa mempunyai qodho’ puasa di bulan Ramadhan, lalu ia malah mendahulukan menunaikan puasa sunnah enam hari Syawal, maka ia tidak memperoleh pahala puasa setahun penuh. Karena keutamaan puasa Syawal (mendapat pahala puasa setahun penuh) diperoleh jika seseorang mengerjakan puasa Ramadhan diikuti puasa enam hari di bulan Syawal. Dalam kondisi tadi, ia tidak memperoleh pahala tersebut karena puasa Ramadhannya belum sempurna.” (Lathoif Al Ma’arif, Ahmad bin Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami).