Nilai toleransi
Seperti diketahui, Masjid Menara Kudus ini memiliki corak arsitektur bangunan yang berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Yang membedakan dengan masjid lainnya yakni adanya menara yang menjulang tinggi di sebelah tenggara masjid.
Menara masjid yang tersusun dari batu bata merah itu dibangun menyerupai bagunan candi-candi yang ada di Jawa Timur. Bahkan ada yang menyebut menara tersebut menyerupai bangunan Bale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan yang berlokasi di Bali.
Bukan tanpa alasan, di balik karakteristik Masjid Menara Kudus ternyata tersirat makna dari perwujudan sikap “tepa selira” atau tenggang rasa pada masa itu.
Perlu diketahui, Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam atau berdakwah menggunakan pendekatan kearifan lokal, yang mana pada saat itu, mayoritas penduduk tanah Jawa masih memegang teguh kepercayaan agama Hindu-Budha.
Adapun nilai toleransi yang diajarkan Sunan Kudus pada masa itu yakni dengan melarang pengikutnya untuk menyembelih sapi untuk dikonsumsi. hal itu lantaran binatang sapi dianggap sebagai binatang suci bagi umat Hindu.
Kebiasaan itu diketahui masih berlangsung hingga saat ini. Masyarakat Kudus lebih memilih untuk menyantap daging kerbau dibanding daging sapi.
Mitos Masjid Menara Kudus
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, terdapat sejumlah mitos yang berhembus dan masih diyakini masyarakat hingga saat ini.
Salah satu mitos tersebut terkait dengan ajian Rajah Kalacakra milik Sunan Kudus yang konon katanya ditanam di bagian pintu gerbang menjuju kompleks masjid.
Adapun tujuan dari penanaman Rajah Kalacakra oleh Sunan Kudus tersebut bermaksud untuk melemahkan kekuatan orang-orang yang berniat jahat.