JAKARTA, HOLOPIS.COM – RUU Praktik Psikologi menjadi salah satu bahasan regulasi yang masih dibahas oleh DPR RI. Calon regulasi tersebut memang belum banyak pihak yang memperbincangkannya, sehingga kurang familiar bagi publik.

Meski belum banyak dibahas di media masa, rancangan undang-undang ini tanpa disadari memiliki pengaruh besar pada masyarakat, apalagi dengan semakin mudahnya informasi berkembang di media sosial, masyakarat sudah semakin aware dengan pentingnya peran psikologi dalam berbagai sektor kehidupan.

Rancangan undang-undang ini pertama kali diajukan oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang awalnya diajukan dengan nama RUU Profesi Psikologi pada tanggal 6 Maret 2019.

Lalu, kemudian Anggota DPR dari Fraksi Amanat Nasional Desy Ratnasasi mengusulkan RUU tersebut dan disetujui sebagai RUU usul inisiatif DPR oleh Badan Legislatif di DPR pada 29 Juni 2020 silam.

Isi dari RUU tersebut antara lain:

1. Pengaturan tentang apa saja layanan praktik psikologi
2. Mengatur tenaga psikologi, salah satunya adalah psikolog
3. Membahas pendidikan psikologi
4. Organisasi Profesi (siapa saja yang akan melakukan peraturan terkait dengan standar instansi, penjaminan mutu praktik, monitoring dan evaluasi, serta sanksi kalau ada pelanggaran).

Namun, hingga saat ini rancangan undang-undang yang ditujukan untuk para psikolog demi memberikan pelayanan maksimal kepada masyakarat ini belum juga disahkan.

Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Tidak Mau Masyarakat Menjadi Sulit Mendapatkan Layanan Psikologi yang Terjangkau

Ikatan Psikolig Klinis (IPK) adalah salah saru organisasi psikologi di Indonesia, sama halnya dengan asosiasi lain berdasarkan bidang kelimuan psikologi.

Seperti halnya seperti Ikatan Psikologi Sosial (IPS), Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI), Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO), dan Ikatan Psikolog Klinis (IPK).

Dalam pembahasan RUU Praktik Psikologi, Komisi X DPR yang menjadi pembahasnya menemukan beberapa masalah dalam undang-undang ini, salah satunya adalah peraturan yang mengatur praktik psikolog klinis.

Berbicara dengan Redaksi Holopis.com, Ketua 2 IPK Indonesia Bidang Kemitraan Ratih Ibrahim mengatakan, bahwa IPK memiliki kekhawatiran akan ada kesulitan para psikolog klinis di Indonesia untuk melakukan praktik jika bersandar pada RUU yang diajukan oleh HIMPSI, karena psikolog klinis sudah termasuk tenaga kesehatan yang diakui oleh negara. Izin dan praktiknya pun sudah diatur dalam Undang-undang.

“Indonesia itu sangat concern dengan layanan kesehatan masyarakat, tidak terkecuali psikolog klinis yang termasuk garda terdepan untuk kesehatan psikologis masyarakat. Praktiknya pun ada di banyak tempat, tak hanya di rumah sakit, tetapi termasuk instansi seperti NGO, Biro, Kementrian, dll,” kata Ratih kepada Redaksi Holopis.com, (21/4).

Lanjut membaca di halaman selanjutnya